“Komitmen negara G7 untuk memberikan pendanaan iklim sejumlah USD 100 miliar sampai dengan tahun 2025 masih belum cukup. Oleh karena itu negara G20 harus ikut berkontribusi, salah satunya dengan cara melakukan reformasi keuangan ke arah energi terbarukan yang mendukung ekonomi hijau. Indonesia sebagai pemimpin negara G20 di 2022 dapat mendorong negara anggota G20 untuk melakukan reformasi keuangan,” tegasnya.
Lisa mengatakan setiap kebijakan finansial yang mengarah pada dukungan terhadap energi fosil harus mendapat perhatian dan diinventarisasi secara ketat oleh Global Stocktake (GST) sebagai bagian pengawasan aksi iklim yang tidak terpisahkan dari Persetujuan Paris.
Berdasarkan laporan Independent Global Stocktake (iGST), sebuah konsorsium masyarakat sipil untuk mendukung GST, justru GST dapat menawarkan platform bagi negara-negara untuk berkolaborasi dalam mereformasi subsidi konsumsi bahan bakar fosil dan mendorong proses transisi berkeadilan.
“Informasi yang diinventarisasi ke dalam GST harus juga memasukkan elemen sosial di dalamnya sehingga tujuan pendanaan ikim dalam mencapai pertumbuhan ekonomi dan inklusif sosial dapat tercapai. Proses GST ini harus mengikutsertakan organisasi yang mewakili elemen ekonomi, lingkungan, energi, dan sosial terutama isu gender dan masyarakat rentan lainnya untuk menjamin transisi berlangsung secara berkeadilan,” pungkasnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Bethriq Kindy Arrazy
Editor: Alfi Dinilhaq
Tag Terkait: