Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Biodiesel B50 Dapat Diimplementasikan dengan Luas Lahan yang Ada, Begini Caranya

Biodiesel B50 Dapat Diimplementasikan dengan Luas Lahan yang Ada, Begini Caranya Kredit Foto: Antara/Bayu Pratama S
Warta Ekonomi, Jakarta -

Biodiesel B40 dan B50 dapat diimplementasikan dengan mengambil porsi dari ekspor minyak kelapa sawit dalam negeri. Paulus Tjakrawan, Ketua Harian Asosiasi Produsen Biodiesel Indonesia (Aprobi) mengatakan pada Selasa (16/11/2021).

"Kita masih bisa memanfaatkan biodiesel B40 sampai B50 dengan luas lahan kebun sawit yang ada. Karena kita bisa mengambil dari ekspor, ini akan kita lakukan jika memang harus," kata Paulus dalam webinar "Pangan vs Energi: Menelaah Kebijakan BBN di Indonesia", di Jakarta.

Baca Juga: Pada 2024, Emisi Karbon akan Terpangkas hingga 39,7 Juta Ton dengan BBN Biofuel

Pada 2020, menurut Paulus, produksi minyak kelapa sawit mentah (Crude Palm Oil/CPO) Indonesia mencapai 51,58 juta ton. Sebanyak 66 persen produksi itu diekspor, sedangkan 34 persen sisanya dikonsumsi dalam negeri.

Jika dirinci lebih lanjut, konsumsi sawit dalam negeri sebanyak 1,69 juta ton digunakan untuk industri oleokimia dan 8,42 juta ton untuk bahan industri makanan olahan. Sementara itu, baru 7,22 juta ton atau 14 persen dari total produksi minyak sawit yang digunakan untuk bahan campuran biodiesel B30.

"Kalau kita harus mengurangi ekspor, akan kita kurangi karena kebutuhan dalam negeri harus didahulukan. Jadi lebih baik kita pakai minyak kelapa sawit ekspor untuk biodiesel daripada kita mengimpor BBM," ucap Paulus.

Paulus mengatakan, pada 2021 diperkirakan penggunaan minyak sawit akan meningkat menjadi sekitar 15,2 persen dari total produksi minyak sawit nasional. Menurutnya, saat ini pemerintah, peneliti, dan pelaku usaha juga sedang melakukan berbagai penelitian untuk mendiversifikasi campuran Bahan Bakar Nabati (BBN) agar tidak hanya berasal dari minyak sawit. Bahan campuran tersebut antara lain minyak nabati yang berasal dari tebu, singkong, mikroalga, dan aren.

"Banyak sekali penelitian-penelitian yang sekarang sedang berjalan baik Pertamina dan pelaku usaha lain, kami selalu kerja sama untuk penelitian-penelitian ini," kata dia.

Untuk memastikan keberlanjutan dari industri sawit dan lingkungan, ujar dia, pemerintah dan pelaku usaha terus berupaya memperluas sertifikasi Indonesia Sustainable Palm Oil (ISPO) maupun Roundtable Sustainable Palm Oil (RSPO) bagi perkebunan.

"Saat ini Kantor Kementerian Perindustrian dan Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian sedang menyiapkan ISPO Hilir dan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menyiapkan Indonesia Bioenergy Sustainable Indicator (IBSI)," pungkas Paulus.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Muhammad Syahrianto
Editor: Muhammad Syahrianto

Bagikan Artikel: