Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Kacau! ICW Sebut Korupsi Sektor Pendidikan Makin Merajalela di Tengah Pandemi Covid-19

Kacau! ICW Sebut Korupsi Sektor Pendidikan Makin Merajalela di Tengah Pandemi Covid-19 Kredit Foto: Sufri Yuliardi
Warta Ekonomi, Jakarta -

Indonesia Corruption Watch (ICW) menyebut tindakan korupsi pada sektor pendidikan makin menjadi-jadi di tengah pandemi Covid-19. Peneliti ICW, Dewi Anggraeni menjelaskan, empat dari 12 kasus korupsi pendidikan yang terjadi pada 2020-2021 terkait dengan penanganan Covid-19.

Lebih lanjut ia menjelaskan, kasus tersebut yaitu korupsi dana Bantuan Operasional Pendidikan (BOP) dari Kementerian Agama (Kemenag) RI di Kabupaten Pekalongan, Kabupaten Takalar, Kabupaten Wajo, dan Kota Pasuruan dengan modus pemotongan bantuan.

Baca Juga: Dudung Abdurachman Tegas ke FPI, Reuni 212 Akan...

“Dari penelusuran ICW dan jaringan di Aceh dan Medan, kami menemukan potensi korupsi pada objek yang sama juga banyak terjadi dengan beragam modus, mulai dari disalurkan pada lembaga penerima yang tak memenuhi persyaratan, penerima fiktif, hingga BOP digunakan tidak sesuai peruntukan,” kata Dewi dalam keterangannya, Minggu (21/11).

Dia menuturkan, dari 240 korupsi pada sektor pendidikan terbanyak berkaitan dengan penggunaan dana BOS, yaitu terdapat 52 kasus atau 21,7 persen dari total kasus. Korupsi dana BOS bahkan masih tetap terjadi meski skema penyaluran dana telah diubah sejak 2020, dari yang sebelumnya ditransfer oleh Kementerian Keuangan ke Rekening Kas Umum Daerah (RKUD) menjadi ditransfer langsung ke rekening sekolah.

“Sejauh ini, terdapat 2 korupsi dana BOS tahun anggaran 2020 yang telah ditindak oleh kejaksaan, yaitu di Kota Bitung, Sulawesi Sulawesi Utara, dan Kabupaten Manggarai, Nusa Tenggara Timur dengan modus pemotongan oleh oknum Dinas Pendidikan dan kegiatan fiktif di sekolah,” ungkap Dewi.

Selain itu, praktik korupsi terbanyak yaitu korupsi pembangunan infrastruktur dan pengadaan barang/ jasa non infrastruktur, seperti pengadaan buku, arsip sekolah, meubelair, perangkat TIK untuk e-learning, pengadaan tanah untuk pembangunan fasilitas pendidikan, dan lainnya. Pengadaan yang dikorupsi ini berasal dari beragam program dan sumber anggaran, seperti Dana Alokasi Umum (DAU), dana otonomi khusus, anggaran Kemendikbud, anggaran Kemenag, dan APBD.

“Sebagian diduga bersumber dari DAK, sebab terdapat kasus-kasus yang tidak disebutkan dengan jelas sumber anggarannya. Sedangkan kasus yang dapat diidentifikasi bersumber dari DAK berjumlah 34 kasus,” ucap Dewi.

Bahkan kasus korupsi pendidikan yang ditindak APH pada 2016-September 2021 ini melibatkan 621 tersangka. Dilihat dari latar belakangnya, tersangka didominasi oleh Aparatur Sipil Negara (ASN) dari Dinas Pendidikan dan instansi lain (di luar ASN di sekolah), yaitu sebanyak 288 atau 46,3 persen.

“Secara lebih rinci, ASN yang dimaksud merupakan ASN Staf di Dinas Pendidikan (160 tersangka); ASN instansi lain seperti kementerian, Dinas Sosial, Dinas Syariat Islam, Dinas Komunikasi dan Informasi, dll (84 tersangka); dan Kepala Dinas Pendidikan (44 tersangka),” papar Dewi.

Baca Juga: Mau Dengar Informasi Terbaru Korupsi Formula E dari KPK, Begini Katanya...

Tersangka terbanyak kedua berasal dari pihak sekolah, yaitu 157 tersangka atau 25,3 persen dari total tersangka. Kepala dan wakil kepala sekolah adalah pihak sekolah yang paling banyak ditetapkan sebagai tersangka 91 orang dan disusul pihak lain seperti guru, kepala tata usaha, dan penanggung jawab teknis kegiatan 36 orang, serta staf keuangan atau bendahara sekolah 31 orang.

“Data ini menunjukkan fakta bahwa korupsi pendidikan juga marak terjadi di sekolah, tempat peserta didik menuntut ilmu yang seharusnya mengajarkan sekaligus mencontohkan nilai-nilai kejujuran, integritas, dan keadilan,” ujar Dewi menandaskan.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Adrial Akbar

Bagikan Artikel: