Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Mayora Dinilai Punya Kemampuan Lakukan Inovasi Pengembangan Kemasan isi ulang

Mayora Dinilai Punya Kemampuan Lakukan Inovasi Pengembangan Kemasan isi ulang Kredit Foto: Istimewa
Warta Ekonomi, Jakarta -

Hasil audit merek yang dilakukan Yayasan Bali Fokus/Nexus3 terhadap 3 sekolah di Provinsi Bali menunjukkan perusahaan Mayora sebagai salah penyumbang merek sampah plastik terbanyak.

Berdasarkan hasil temuan Nexus3, Mayora juga merupakan perusahaan multinasional Indonesia yang selama beberapa tahun terakhir selalu masuk ke dalam daftar perusahaan pencemar sampah plastik tertinggi di Indonesia.

“Hasil brand audit Nexus3 menunjukkan perusahaan multinasional Indonesia Mayora merupakan salah satu: yang menghasilkan limbah kemasan plastik dari produk-produknya yang sulit terurai di lingkungan dan bernilai rendah untuk didaur ulang,” ujar Yuyun Ismawati, Penasihat Senior Yayasan Nexus3/BaliFokus.

Dia mengatakan brand audit dilakukan di 3 Kabupaten Provinsi Bali, yaitu SD Negeri 4 Yangapi Kabupaten Bangli, SMP Negeri 3 Kuta Utara Kabupaten Badung, dan SD Hainan School Kota Denpasar. Audit merek ini dilaksanakan selama 7 hari berturut-turut pada 11-18 September 2019 lalu. Selain Mayora, sampah plastik dari produk-produk Orang Tua dan Indofood juga banyak ditemukan di 3 sekolah tersebut.

Seperti diketahui, Mayora, Orang Tua dan Indofood sebetulnya memiliki kemampuan untuk melakukan inovasi pengembangan kemasan isi ulang. “Tetapi selama ini, solusi yang ditawarkan oleh perusahaan hanya berfokuskan pada sistem daur ulang,” kata Yuyun. 

Padahal data menunjukkan tingkat daur ulang hanya 9% pada tingkat global, sedangkan 12% sampah dibakar dan 79% sampah dikirim ke tempat pembuangan terlepas ke sungai atau laut.

Seharusnya, kata Yuyun, perusahaan-perusahaan ini juga memiliki tanggung jawab terhadap sampah pasca konsumsi dari produk mereka. Hal ini sudah jelas tercantum pada Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah Pasal 15 yang menyebutkan bahwa produsen wajib mengelola kemasan dan/atau barang yang diproduksinya yang tidak dapat atau sulit terurai oleh proses alam.

"Sampah menjadi masalah global di seluruh belahan dunia. Anak didik harus diajarkan untuk meminimalisir sampah, reuse, replace dan tindakan lainnya. Ini bisa menjadi salah satu solusi terhadap masalah yang ada. Tetapi, apakah tindakan ini akan mengakhiri masalah global yang sedang kita hadapi? Ternyata sama sekali tidak,” ujar Elvi Mariati Pintubatu, Penanggung Jawab Hainan School Denpasar. 

Menurut Elvi, sebaiknya produsen atau pencipta produk yang dikonsumsi publik harus mengevaluasi disain kemasannya. “Jika anak-anak kita ajarkan tentang tanggung jawab dalam setiap pekerjaan yang mereka lakukan, maka orang dewasa tentunya harus menjadi teladan dalam hal itu,” ucapnya.

Selain audit merek, Nexus3/BaliFokus juga mengidentifikasi jenis-jenis sampah plastik sekali pakai terbanyak yang dihasilkan oleh ketiga sekolah tersebut. Di antaranya adalah botol minum plastik, kemasan sachet, dan kemasan air minum dalam kemasan (AMDK).

Plastik sekali pakai yang ditemukan ini adalah jenis plastik yang sulit untuk didaur ulang, sehingga berpotensi mencemari dan membahayakan lingkungan karena dapat terpecah dan melepaskan mikroplastik ke lingkungan.

Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan Kabupaten Bangli, Ida Ayu Yudi Sutha menyampaikan polusi plastik di sekolah tidak bisa ditangani hanya oleh pemerintah dan pihak sekolah sendiri. Plastik adalah masalah global dan memerlukan peranan semua pihak untuk mengatasinya.

“Kegiatan brand audit adalah salah satu cara untuk meminta pihak produsen supaya lebih bertanggung jawab terhadap produknya,” katanya

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Ferry Hidayat

Bagikan Artikel: