Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Tolak Kenaikan Tarif Dasar Listrik di Awal 2022, PKS: Tidak Elok...

Tolak Kenaikan Tarif Dasar Listrik di Awal 2022, PKS: Tidak Elok... Kredit Foto: Instagram/Mulyanto
Warta Ekonomi, Jakarta -

Fraksi PKS DPR RI menolak rencana pemerintah menaikkan tarif dasar listrik (TDL) di awal tahun 2022. Menurut Wakil Ketua FPKS DPR RI, Mulyanto, sekarang bukan saat yang tepat bagi pemerintah menaikkan TDL, mengingat daya beli masyarakat masih rendah akibat dampak pandemi Covid-19.

Mulyanto menambahkan, kalangan pengusaha dan industri juga menolak rencana kenaikan TDL ini. Mereka merasa keberatan karena baru saja menerima kewajiban menaikkan batas upah minimum.

Baca Juga: Wujudkan Ekosistem Mobil Listrik, Pemerintah dan Swasta Wajib Sinergi

"Para pengusaha merasa kondisi perdagangan dan industri saat ini masih belum stabil," tegas Mulyanto, dalam keterangan tertulis di Jakarta, Senin (6/12/2021).

Mulyanto menyebut, pemerintah harusnya peka dengan kesulitan yang dialami masyarakat. Dengan kondisi sekarang saja, banyak masyarakat mengeluh dengan besarnya beban pengeluaran yang harus ditanggung. Apalagi, nanti kalau TDL akan naik.

Dengan demikian, Mulyanto merasa sekarang bukan saat yang tepat bagi pemerintah melaksanakan penyesuaian tarif listrik ini. "Pandemi kan belum selesai, bahkan kita kini dihantui varian baru Covid-19, yang diduga daya sebarnya lebih cepat, yakni varian Omicron. Alih-alih memperpanjang stimulus listrik, pemerintah malah berwacana untuk menaikkan tarif listrik," kata Mulyanto.

Mulyanto mengingatkan, kenaikan TDL dapat memicu kenaikan inflasi. Inflasi akan melemahkan daya beli masyarakat, kemudian secara langsung akan menghambat laju pertumbuhan ekonomi nasional.

Mulyanto melihat sedikitnya ada tiga variabel yang memengaruhi besaran tarif listrik, yakni nilai kurs dolar, inflasi, dan harga batu bara. Dari ketiga variabel itu, kenaikan harga batu bara di pasar internasional diduga menjadi dasar utama rencana pemerintah menaikkan TDL. Saat ini, harga jual batu bara sempat menembus angka US$200/ton. Sementara, 70 persen pembangkit listrik di Indonesia adalah pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) berbahan bakar batu bara.

Namun demikian, Mulyanto melihat pemerintah punya instrumen lain agar TDL ini tidak naik meskipun harga batu bara melambung. Pemerintah dapat memperketat aturan domestic market obligation (DMO) agar pasokan batu bara bagi PLN tetap terjaga dengan harga yang terjangkau. Harga DMO batu bara, khususnya untuk pembangkit listrik, saat ini dipatok maksimal US$70 per ton.

"Dibanding negara tetangga, tarif listrik Indonesia juga tidak terlalu murah. Dari data Globalpetrolprice.com per Maret 2021, tarif listrik di Indonesia untuk pelanggan rumah tangga sebesar US$10.1 sen. Sementara di China, Vietnam, dan Malaysia masing-masing sebesar US$8.6, 8.3 dan 5.2 sen. Bahkan, tarif listrik rumah tangga di Laos hanya sebesar US$4.7 sen. Jadi, tarif listrik di kita hampir dua kali lipat dibandingkan dengan tarif listrik di Malaysia," ungkap Mulyanto.

Mulyanto juga mempermasalahkan sikap pemerintah yang melaporkan rencana kenaikan TDL itu ke Badan Anggaran DPR RI. Menurutnya, sikap pemerintah itu tidak tepat karena seharusnya rencana kenaikan TDL itu dibicarakan dulu di Komisi VII DPR RI yang berwenang mengawasi sektor energi.

Menurut Mulyanto, langkah pemerintah ini tidak elok dan bisa bikin kegaduhan baru yang tidak perlu. "Tata kramanya kan seharusnya berbagai rencana ketenagalistrikan dari pemerintah dibicarakan lebih dahulu dengan mitranya, yakni Komisi VII DPR RI, yang memang membidangi soal tersebut. Tidak ke alat kelengkapan dewan (AKD) yang lain," tandas Mulyanto.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Puri Mei Setyaningrum

Bagikan Artikel: