"Yang jelas demokrasi kita harus dijalankan sesuai dengan nilai gotong royong, kolaborasi dan kesantunan,” ucapnya. Demokrasi liberal ala barat yang hidup dengan jargon ‘winner take all’, lanjut Emil, jelas menjauhkan kita dari semangat kekeluargaan ala Indonesia.
Meski begitu, Peneliti CSIS Arya Fernandez menambahkan, bukan berarti sistem demokrasi adalah sistem yang salah bagi negara-negara Asia. Menurut Arya, indeks demokrasi di Indonesia memang sempat menurun.
Ini salah satunya terjadi pada memburuknya sistem kepartaian kita yang tampak pada tiga aspek, yakni, lemahnya representasi, menguatnya personalisasi politik, dan tidak adanya demokrasi internal partai.
"Meski demikian, dukungan publik terhadap demokrasi di Indonesia masih cukup tinggi dibandingkan sistem lainnya. Bila diambil rata rata dari data panel sejak Juni 2012-November 2021, tingkat dukungan publik terhadap demokrasi sebesar 64%. Dalam kasus Indonesia, sejak reformasi dan adanya otonomi daerah, terjadi peningkatan Indeks Pembangunan Manusia, meningkatnya akses ke sekolah, dan menurunnya angka kemiskinan,” kata Arya.
Sementara Anggota DPR RI Nasir Djamil mengatakan, sejatinya demokrasi memunculkan risiko, yakni lahirnya ignorance leadership atau pemimpin yang kurang berpengatahuan. Apalagi jika demokrasi dijalankan berdasarkan transaksional atau rupiah.
"Perjalanan demokrasi itu sangat ditentukan rasa tanggungjawab. Bisa jadi menurunnya demokrasi karena menurunnya tanggung jawab. Juga perlu penguatan lembaga –lembaga yang menunjang demokrasi,” ucapnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Ferry Hidayat