Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

'Bongkar Habis' Tiga Cara Presidential Threshold 0 Persen, Salah Satunya Ada di Tangan Jokowi

'Bongkar Habis' Tiga Cara Presidential Threshold 0 Persen, Salah Satunya Ada di Tangan Jokowi Kredit Foto: Instagram/Refly Harun
Warta Ekonomi, Jakarta -

Pakar Hukum Tata Negara, Refly Harun, memaparkan tiga cara untuk memperjuangkan Presidential Threshold (PT) 0 persen.

Hal itu disampaikan Refly saat menjadi narasumber Diskusi Nasional Amandemen UUD 1945 kerja sama DPD RI dan Universitas Islam Negeri Sunan Ampel (UINSA) Surabaya di Gedung Nusantara IV, Komplek Parlemen Senayan, Senin (13/12/2021).

Cara pertama, kata Refly, meminta Presiden Joko Widodo (Jokowi) menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) untuk mencabut Presidential Threshold. 

Baca Juga: Refly Harun Gencar Bersuara Presidential Threshold Menjadi Nol Persen, Pengamat: Nggak Asyik...

"Cukup Jokowi mengeluarkan Perppu mencabut aturan Presidential Threshold ini, selesai masalah. Tapi pertanyaannya, apakah Jokowi tergerak melakukan hal ini?" kata Refly. 

Kedua, kata Refly, melalui jalur DPR RI untuk mengubah Undang-Undang Pemilu. 

"Perubahan yang dilakukan baik secara menyeluruh maupun parsial. Kalau DPR RI tak berkenan, maka kita bisa menempuh cara ketiga yakni uji materiil ke Mahkamah Konstitusi (MK)," papar dia.

Dikatakannya, Presidential Threshold merupakan cara oligarki 'menyewakan perahu' bernama partai politik kepada para tokoh yang ingin maju dalam bursa pencapresan. 

"Perahu yang disewakan oligarki ini nilainya bisa triliunan rupiah. Kalau di tingkat provinsi dan kabupaten/kota nilainya bisa mencapai ratusan juta rupiah," ujarnya. 

Meminjam istilah Rizal Ramli, Refly menyebutnya praktik tersebut sebagai demokrasi kriminal. Katanya, untuk memutus praktik demokrasi kriminal maka satu-satunya jalan adalah Presidential Threshold. 

"Presidential Threshold harus dinolkan. Begitu juga di tingkat pilkada, sebab hal ini yang menyebabkan demokrasi kita menjadi mahal," tegas dia.

Pada Pemilu 2024, Refly ingin pasangan Capres-Cawapres lebih banyak, tak hanya head to head. 

"Mereka harus mewakili berafam aspirasi masyarakat. Kalah menang itu soal lain. Yang terpenting adalah slotnya tersedia," katanya.

Baca Juga: Tegas! Musni Umar Kembali Bersuara: Pendukung Anies Baswedan Tidak Menjelekkan Siapapun!

Namun, dengan Presidential Threshold 20 persen saat ini, jangan berharap hal itu bisa terjadi, sebab pintu yang dibuka begitu sempit. 

"Dan tergantung oligarki yang mencengkram. Sekarang ini kekuatan politik 82 persen didominasi 7 parpol yang saat ini berkuasa. Baik saja karena kita membutuhkan penguatan presidensil. Tapi kalau ini dimanfaatkan oleh oligarki untuk melakukan apa saja, ini kecelakaan," ujarnya.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Bayu Muhardianto

Bagikan Artikel: