Talkshow yang kedua digelar dan dihadiri oleh BPOM RI yang diwakili oleh Aninsyah, S.SI, Dr. Ir. Muslich dari LPPOM MUI dan juga Bapak Leonard Theosabrata yang merupakan direktur SMESCO. Talkshow kali ini membahas tentang pentingnya mendaftarkan produk ke BPOM, LPPOM MUI dan juga bergabung dalam komunitas UMKM SMESCO.
Hal ini di karenakan untuk produk Kuliner dapat dipasarkan secara massif dan ke berbagai daerah, pebisnis Kuliner wajib memperhatikan aturan-aturan mengenai keamanan pangan dan juga kehalalan dari sebuah produk.
Dari penelitian yang dilakukan oleh Universitas IPB, model bisnis yang dapat dikembangkan oleh para pebisnis makanan dan minuman adalah menekankan pada kinerja inovasi kapabilitas dan kemitraan untuk memperoleh dan memperbarui sumberdaya baru dari lingkungan eksternal nya, sehingga ketika entitas pendukung dan mitra nya berkembang pakai pebisnis tersebut ikut berkembang.
Alternatif lain yang sangat dibutuhkan oleh pebisnis makanan dan minuman adalah peran pihak ketiga melalui pegembangan platform yang berfungsi untuk memberdayakan pebisnis dan menciptakan inovasi dengan meningkatkan konektifitas antara stakeholders dalam ekosistem bisnis makanan dan minuman.
Berdasarkan Pusat Studi Pangan dan Gizi UGM Bersama Asosiasi Profesi Keamanan Pangan Indonesia (APKEPI), sebelum pandemi Covid-19, pola konsumsi masyarakat Indonesia adalah farm to table. Namun dengan adanya daya beli masyarakat yang menurun, pebisnis makanan dan minuman perlu melakukan adaptasi supaya ketahanan pangan dan sustainability lebih terasa.
Adaptasi tersebut bisa dengan cara digitalisasi agar produsen, supplier, marketer lebih efisien dalam beroperasi karena masyarakat Indonesia sangat berhati-hati membelanjakan uang dan berhemat di tengah kondisi yang tidak menentu.
COVID-19 ternyata mengakibatkan pola konsumsi masyarakat berubah karena kebanyakan dari mereka lebih senang memasak dan makan di rumah sehingga muncul e-commerce yang menjadi andalan artinya pola konsumsi mengalami perubahan dari retail dan gerai offline ke online.
Faktor utama yang mendorong keputusan belanja konsumen yaitu ketersediaan produk, fungsi produk dan delivery (kecepatan dan kenyamanan).
Saat ini juga masyarakat bertanya mengenai bagaimana makanan diproduksi, disimpan dan juga ada perubahan pola konsumsi masyarakat antara lain keinginan untuk: Minimal human touch points, Transisi ke home cooking karena konsumen juga ingin membatasi keterpaparan mereka terhadap keramaian. Kondisi ini meningkatkan penjualan bahan pokok memasak, perlengkapan makan, dan makanan pendamping.
Healthy eating, Nilai konsumsi makanan sehat seperti buah-buahan dan sayuran dalam pengelolaan kondisi didokumentasikan dengan baik. Food safety, Kekhawatiran seputar keamanan pangan juga menjadi alasan transisi ke home cooking.
Fokus pada makanan lokal, Kesadaran yang meningkat tentang keamanan pangan dan keinginan untuk makanan yang lebih bergizi akan meningkatkan permintaan untuk makanan lokal.
Beberapa inovasi yang diharapkan adalah untuk para pebisnis dapat melakukan; Safety seal dan contactless delivery ketika melakukan pengantaran, Menampilkan suhu tubuh dari personnel kitchen, Memastikan memakai perlengkapan lengkap seperti hand gloves dan masker ketika menyajikan makanan.
Hal ini perlu di dokumentasikan di social media sehingga para calon customer kita juga paham kita telah melakukan protokol kesehatan yang cukup ketat. Strategi yang dapat dilakukan pebisnis makan siap saja (ready to eat) misalnya; Menjual produk melalui channel online dan membuat packaging semenarik mungkin.
Menghadirkan layanan restaurant favorites at home dimana chef hadir dan memberikan kesan makan di restaurant walaupun harus dilakukan di rumah customer sendiri. Takeaway food dan home meal delivery services misal frozen food dan ready to cook.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Ferry Hidayat
Tag Terkait: