Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Dianggap Sebar Hoaks, Ini Pembelaan Profesor Henry Subiakto: Coba Jelaskan ke Saya...

Dianggap Sebar Hoaks, Ini Pembelaan Profesor Henry Subiakto: Coba Jelaskan ke Saya... Kredit Foto: Akurat
Warta Ekonomi, Jakarta -

Profesor Henry Subiakto, Staf Ahli Menteri Komunikasi dan Informatika, disebut menyebar hoaks di Twitter. Informasi tidak benar yang dia unggah terkait foto seorang anak perempuan yang tertidur di atas lukisan ibu.

"Anak ini rindu ibunya yg tlh tiada krn perang saudara di Irak. Ia melukis di lantai &  tidur di atasnya. Banyak manusia menderita krn negaranya hancur dilanda konflik politik. Indonesia punya potensi itu, mk kita hrs jaga negeri ini dr jahatnya perusak kedamaian & kesatuan," tulis Henri Subiakto memberi keterangan foto yang diunggahnya di akun Twitter @henrysubiakto.

Baca Juga: Sorotan Tajam Nicho Silalahi Terhadap Profesor yang Dianggap Sebar Hoax: Sudah Selayaknya Gelarmu…

Atas cuitan itu, beberapa orang menegur Henry bahwa informasi tersebut tidak benar. Foto anak perempuan tertidur di atas aspal yang diunggah Henry sama sekali tidak ada kaitannya dengan perang di Irak.

Foto tersebut merupakan karya fotografer sekaligus seniman Iran, Bahareh Bisheh. Bisheh menjelaskan bahwa gadis kecil dalam foto itu adalah sepupunya. Bocah ini, menurut dia, tertidur di aspal tepat di luar rumahnya. 

Foto pertama kali diunggah oleh Bisheh di situs stok foto Flickr pada 15 Juli 2012. Foto tersebut diberi keterangan "I Have a Mother... photo By: Baharer bisheh from iran."

"Profesor ini gak kapok2 ya sebar hoax bahkan membumbui narasi jahat atas hasil karya fotografi tanpa izin," tulis @ekowboy2.

Pemilik akun @BossTemlen meminta kepolisian memproses Henry secara hukum karena telah menyebar hoaks. Selain itu, dia juga meminta untuk dilakukan konsultasi kejiwaan.

Dituduh menyebar hoaks dan harus diproses hukum, Henry justru menanggapinya santai. Dia bahkan tertawa dan menyebut para penuduhnya sebagai orang yang tidak paham hukum. 

"Ha ha ha orang2 yg tdk paham hukum sll mencoba menekan penegak hukum dg pemahaman yg salah ttg hukum. Dianggap setiap informasi yg keliru itu adlh hoax yg bisa dipidana. Apalagi yg teriak adalah mrk2 yg mmg tdk paham dr dulu. Coba jelaskan ke saya pasal apa saya langgar?" cuit Henry.

Henry menjelaskan bahwa dirinya tidak bisa dijerat dengan pasal menyebarkan kabar bohong. Guru Besar FISIP Universitas Airlangga itu lantas menyinggung soal kesalahan yang melanggar hukum dan kesalahan yang tidak melanggar hukum. 

"Yg dilarang UU no 1 /1946 itu menyiarkan khabar bohong utk menerbitkan keonaran, keonaran disini  di dunia fisik. Krn th 46 tdk dikenal dunia maya. Jd sjk awal pesan itu utk bikin onar. Lha ini pesan damai kok diserang ha ha. Perkara sejarah fotonya salah, pesannya tdk salah," tulis Henry.

"Sy akui foto itu salah sejarahnya, tp pesan utuhnya adlah perang akan bawa penderitaan ke bnyk orang, mk kita hrs jaga negeri ini agar damai, foto hanya ilustrasi. Bagi orang2 pecinta keributan bkn pesan damainya yg ditangkap, tp kekeliruan sejarah fotonya yg dianggap pidana," tulis Henry lagi.

Politikus Partai Ummat Mustofa Nahrawardaya termasuk yang mempersoalkan penjelasan Henry. Dia menyinggung gaya lama Henry yakni ngeles dari kesalahan.

Baca Juga: Anies Lagi Anies Terus… Anies Baswedan Disorot Soal Upah Buruh, Musni Umar Bersuara: Salah Alamat!

"Siapa kira2 sesama Profesor yg sanggup mengingatkan Gubes @Unair_Official ini? Pakai foto orang, trua bikin hoax. Caption salah. Enggak sesuai sama foto. Ngeles, lagi. Udah keberapa kali ya mode ngeles begini?" katanya di akun @TofaTofa_id.

"Oke, jadi ini juga sekaligus untuk Tanda bahwa ada seorang Guru Besar Komunikasi, yg jg jd Staf AHLI di @kemkominfo yang telah bercerita suatu "sejarah" yg ternyata ceritanya HOAX, & telah langsung Sharing tanpa disaring dahulu. Okelah kalau bgtu henry. Sip lah. Mantul," tulis @DreW_JaKoB_WolF menimpali.[]

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Bayu Muhardianto

Bagikan Artikel: