Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Miris! Kekerasan Seksual Anak Justru Banyak Terjadi di Lembaga Pendidikan Naungan Kementerian Agama

Miris! Kekerasan Seksual Anak Justru Banyak Terjadi di Lembaga Pendidikan Naungan Kementerian Agama Kredit Foto: Unsplash/Aaron Mello
Warta Ekonomi, Jakarta -

Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) merilis 18 kasus kekerasan seksual yang terjadi sepanjang tahun 2021 di satuan pendidikan. Menurut data KPAI, ditemukan 55 persen pelaku kekerasan seksual adalah guru.

Komisioner KPAI, Retno Listyarti menjelaskan, mayoritas kasus kekerasan seksual pada anak terjadi di satuan pendidikan berasrama, sebanyak 12 satuan pendidikan (66,66 persen). Sementara kekerasan seksual di satuan pendidikan yang tidak berasrama hanya di 6 satuan pendidikan (33,34 persen).

“Dari 18 kasus kekerasan seksual di satuan pendidikan, 4 atau 22,22 persen dari total kasus terjadi di sekolah di bawah kewenangan Kemendikbudristek, dan 14 atau 77,78 persen terjadi di satuan pendidikan di bawah kewenangan Kementerian Agama,” kata Retno Listyarti, Selasa (28/12/2021).

Adapun kasus kekerasan seksual yang terjadi di bawah naungan Kemendikbudristek ditemukan dua kasus, diantaranya adalah sekolah berasrama, yaitu di kota Medan dan di Batu, Kota Malang. Sedangkan pelakunya adalah tenaga pengajar di sekolah tersebut.

“Pelaku kekerasan seksual terdiri dari pendidik atau guru sebanyak 10 orang (55.55 persen); Kepala Sekolah/ Pimpinan pondok pesantren sebanyak 4 orang (22,22 persen); pengasuh (11,11); tokoh agama (5.56 persen) dan Pembina Asrama (5.56 persen),” ungkapnya.

Retno menjelaskan bahwa dari 18 kasus tersebut, total pelakunya ada 19 orang yang merupakan laki-laki. Untuk Ponpes di Ogan Ilir pelakunya ada 2 orang yang merupakan tenaga pengajar di ponpes tersebut.

Sebanyak 207 orang anak menjadi korban, dengan rincian 126 anak perempuan dan 71 anak laki-laki. Usia korban dari rentang 3 sampai 17 tahun. Rincian usia PAUD/TK 4 persen, usia SD/MI 32%; usia SMP/MTs 36 persen, dan usia SMA/MA 28 persen.

“Sedangkan modus pelaku sangat beragam. Di antaranya adalah mengiming-imingi korban mendapat nilai tinggi, diiming-imingi jadi Polwan, diming-imingi bermain game online di tablet pelaku. Pelaku minta dipijat korban, lalu korban diraba-raba bagian intimnya saat memijat, pelaku meminta korban menyapu gudang, namun kemudian dicabuli di dalam gudang. Mengancam memukul korban jika menolak, mengeluarkan dalil-dalil harus nurut pada guru, dan dalih terapi alat vital yang bengkok,” tuturnya.

Oleh sebab itu, KPAI mendorong Kementerian Agama memiliki Peraturan Menteri. Seperti Permendikbud Nomor 82 Tahun 2015 tentang Pencegahan dan penanggulangan Kekerasan di satuan pendidikan.

KPAI juga mendesak KemendikbudRistek dan Kementerian Agama untuk membangun sistem perlindungan terhadap peserta didik selama berada di lingkungan satuan pendidikan dengan sistem berlapis.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Ferry Hidayat

Bagikan Artikel: