Dedi Mulyadi Ngacir Tinggalkan Elektabilitas Ketumnya Sendiri, 'Memang Airlangga Gak Pantas Diusung'
Kredit Foto: Antara/Hafidz Mubarak A
Riset Indikator ini dilaksanakan pada 6-11 Desember 2021 dengan melibatkan 2.020 responden yang memiliki hak suara di 34 provinsi se-Indonesia. Penarikan sampel menggunakan metode multistage random sampling yang terdisitribusi secara proporsional di seluruh provinsi.
Toleransi kesalahan (margin of error/MoE) survei ini sekitar kurang lebih 2,9%. Adapun tingkat kepercayaannya (level of confidence) sebesar 95 persen.
Jamiluddin menerangkan, dirinya sudah sejak lama berkesimpulan Airlangga tidak layak jual lantaran tak bisa memanfaatkan potensi yang dimilikinya. Misalnya, menjabat Ketua Umum DPP Partai Golkar (Desember 2019-sekarang), mantan Menteri Perindustrian (Juli 2016-Oktober 2019), Menteri Koordinator Bidang Perekonomian (Oktober 2019-sekarang), dan eks anggota DPR (2004-Juli 2016).
"Selain itu, dia juga gencar memasang billboard di kota-kota besar juga dia rajin mengunjungi tokoh-tokoh agama. Nah, bahkan dia juga sudah punya relawan. Apalagi, dia berkuasa pada Satgas Covid-19, yang namanya setiap hari muncul di media. Artinya, kalau memang dia mempunyai nilai jual, pasti elektabilitasnya sudah meroket," jelasnya.
Menurut Jamiluddin, kegagalan Airlangga mengoptimalkan potensinya tersebut imbas dari caranya membangun pencitraan (branding) yang cenderung formal bak pejabat Orde Baru. Padahal, cara ini sudah tak dilirik publik dan tidak sesuai perkembangan zaman.
"Harusnya sebagai seorang pemimpin, dia itu harus menyesuaikan sesuai eranya. Era sekarang menginginkan pemimpin-pemimpin yang lebih cenderung informal, yang lebih dekat dengan publik. Jadi, dia tidak memasang jarak dengan masyarakat dan dia duduk santai duduk lesehan dengan masyarakat. Nah, hal-hal seperti itu tidak tergambar pada sosok Airlangga," tuturnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Ferry Hidayat