Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Penetrasi Industri Asuransi, Pandemi Covid 19 Jadi Momentum Pertumbuhan Insurtech

Penetrasi Industri Asuransi, Pandemi Covid 19 Jadi Momentum Pertumbuhan Insurtech Kredit Foto: Tanayastri Dini Isna
Warta Ekonomi, Jakarta -

Setelah hadirnya Finansial Technology (fintech) yang kini menjadi tren di dunia, kini Insurance Technology (insurtech) sedang merambah ke hal yang sama. Khusunya di Indonesia, hal ini juga diakui oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang mengaggap bahwa Insurtech pada dasarnya mengubah industri asuransi secara radikal dan positif melalui inovasi teknologi digital. 

Menurut pengamat Ekonomi, Nailul Huda, industri asuransi digital atau insurtech secara umum sedang meningkat dilihat dari kesejahteraan masyarakat. Hal ini menurutnya karena semakin tinggi kesejahteraan masyarakat yaitu pendapatan dan pengeluaran maka makin tinggi pula kesadaran masyarakat untuk mempunyai asuransi. Baik itu asuransi jiwa maupun asuransi barang. 

Baca Juga: Insurtech Berada di Peringkat ke-6, DSInnovate: Kesadaran terhadap Insurtech di Bawah 40% dan 10%

“Walau angkanya masih terbilang rendah dibanding fintech lainnya, tapi di tengah pandemi ini apalagi asuransi, tengah diminati masyarakat dimana biaya ketika sakit cukup mahal. Maka dari itu kelompok masyarakat menegah ke atas berlomba lomba untuk memiliki asuransi swasta selain dari BPJS misalnya,” jelas Nailul Huda saat dihubungi tim Warta Ekonomi, Rabu (12/01). 

Disisi lain, ia juga melihat bahwa perkembangan teknologi menunjukkan adanya perubahan pola konsumsi masyarakat dimana saat ini cenderung untuk menggunakan layanan terutama ekonomi termasuk dari sisi jasa keuangan yaitu asuransi secara online.  

Ditambah lagi dengan kemudahan yang diterima masyarakat dengan penetrasi internet yang cepat kemudian juga dengan layanan yang semakin banyak yang ditawarkan oleh berbagai lembaga keuangan yang akhirnya juga merambah ke insurtech.  

“Nah itu yang membuat masyarakat cenderung memilih berasuransi melalui digital. Jadi kita lihat juga belakangan ini banyak platform asuransi digital yang mendapatkan beberapa pendanaan, itu artinya investor juga meliat potensi dan perkembangan  yang pesat dari insurtech ini,” tuturnya. 

Meski begitu Nailul huda mengakui bahwa saat ini kepemilikan asuransi di tengah masyarakat Indonesia masih terbilang cukup rendah. Namun ia melihat bahwa semakin hari terdapat kemajuan yang cukup pesat dari masyarakat untuk mencoba manfaat dari asuransi. 

Menurut data Otoritas Jasa Keuangan (OJK), literasi keuangan untuk sektor perasuransian di Indonesia telah meningkat dari 15,8% di tahun 2016 menjadi 19,40% di tahun 2019. Selanjutnya, inklusi keuangan sektor perasuransian menunjukkan peningkatan yaitu sebesar 1,05% dari 12,1% di tahun 2016 menjadi 13,15% di tahun 2019.  

“Saat ini digitalisasi sudah menyebar luas, yang tentu dapat memudahkan masyarakat dalam memiliki asuransi,” terangnya. 

Bagaimana Perusahaan Insurtech Melihat Peluang Digitalisasi 

Sebagai salah satu perusahaan asuransi yang tengah bergelut di tengah era digitalisasi, PasarPolis juga melihat insurtech sebagai hal menjanjikan. Menurut Director of Partnership, PasarPolis, Adi Darmaputra, beberapa tahun belakangan merupakan hal yang positif bagi dunia insurtech. 

“Hal itu bisa dilihat dari sisi regulator, pelaku industri, user itu semua memang membutuhkan apa yang di provide oleh insurtech. Dan dari sisi PasarPolis sendiri bisnis yang sedang kita jalankan ini memang dilandaskan oleh visi dan misi kita. Kita ingin memberikan akses asuransi untuk semua kalangan masyarakat,” ujarnya saat diwawancarai oleh Tim Warta Ekonomi, Selasa (11/01). 

Menurutnya dengan bantuan informasi dan teknologi masyarakat dimungkinkan untuk mendapatkan akes asuransi yang mudah dengan harga premi yang afordable dan juga dalam proses untuk mengaktifkan perlindungan asuransi dan perlindungan klaim, tercipta pengalaman yang menyenangkan.  

“Kita juga ingin menciptakan peace of mind bagi seluruh masyarakat tentu kita ingin memberikan perlindungan, kita berharap itu akan memberikan kesadaran berasuransi menjadi lebih tinggi, dan itu juga untuk mendukung program pemerintah meningkatkan inklusi keuangan dengan produk asuransi yang meskipun saat ini masih relatif rendah,” terangnya. 

Hal yang sama juga diungkapkan oleh Founder and Chief Executive Officer (CEO) Fuse Insurtech, Andy Yeung yang mengungkapkan bahwa saat ini banyak potensi yang masih bisa dieksplorasi agar bisnis asuransi dan insurtech bisa berkembang.  

“Yang bisa dikembangkan yakni infrastruktur teknologi, saluran distribusi produk asuransi yang hemat biaya, serta kesadaran tentang pentingnya asuransi,” jelasnya.  

Ia juga menyebutkan industri asuransi punya potensi besar untuk berkembang. Mengacu pada data Otoritas Jasa Keuangan atau OJK, sebanyak 97 persen masyarakat Indonesia belum mendapatkan proteksi asuransi karena kurangnya kepercayaan pada sistem yang ada saat ini. Inovasi yang ditawarkan insurtech menjadi jawaban atas permasalahan ini.  

“Nyatanya, ekosistem digital yang dibangun oleh perusahaan insurtech menawarkan berbagai macam kanal distribusi untuk memasarkan produk asuransi, membuat akses terhadap produk asuransi menjadi lebih mudah, serta produk asuransi yang dikembangkan menjadi lebih beragam,” ujarnya. 

Namun sayangnya, menurut laporan dari DSInnovate: Fintech Report 2021 ‘The Convergence of (Digital) Financial Services, fintech dengan kategori seperti insurtech, crowdfunding, dan remitansi masih menantang bagi masyarakat Indonesia. 

“Kesadaran insurtech di Indonesia masih dianggap rendah dibandingkan dengan layanan fintech lainnya dan top of-mind. Secara keseluruhan, kesadaran insurtech dan top of mind masing-masing di bawah 40% dan 10%,” tulis laporan tersebut. 

Hasil survei itu juga menunjukkan bahwa semua insurtech yang ada di Indonesia masih di bawah 40%, yang mencerminkan bahwa tidak ada yang mendapatkan Top of Mind dan kesadaran dari masyarakat. 

“Dari segi persepsi, responden kebanyakan mengakui fintech sebagai pinjaman online (15,1%), kemudahan transaksi (13,3%), dan keuangan digital (12,9%). Hanya 7,3% responden yang disurvei melihat produk fintech sebagai layanan keuangan online.” 

Walau angkanya tidak memuaskan, industri insurtech nyatanya masih terlalu awal untuk menyaingi produk fintech lainnya. Meski begitu perkembangannya dari tahun ke tahun juga tidak bisa dianggap sebelah mata, industri asuransi merupakan salah satu industri keuangan non bank yang terus tumbuh selama pandemi Covid-19. OJK mencatat, total premi asuransi insurtech melalui kerja sama pialang atas penjualan produk mencapai Rp811,71 miliar. 

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Nuzulia Nur Rahma
Editor: Alfi Dinilhaq

Tag Terkait:

Bagikan Artikel: