Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Negara-negara Miskin Membuang Jutaan Vaksin Covid-19 karena Hampir...

Negara-negara Miskin Membuang Jutaan Vaksin Covid-19 karena Hampir... Tenaga medis menunjukkan vaksin Sinopharm saat kegiatan vaksinasi COVID-19 untuk ekspatriat di Gelanggang Remaja Tanjung Priok, Jakarta, Rabu (29/12/2021). Kegiatan itu diikuti oleh 49 orang ekspatriat atau warga negara asing (WNA) yang tinggal di Indonesia. | Kredit Foto: Antara/Akbar Nugroho Gumay
Warta Ekonomi, Jakarta -

UNICEF, salah satu badan PBB, melaporkan negara-negara miskin menolak lebih dari 100 juta dosis vaksin COVID-19 yang didistribusikan lewat program COVAX karena masa berlakunya yang hampir habis.

Ini menunjukkan meski pasokan vaksin lewat program COVAX sudah melebihi 1 miliar dosis dan distribusikan ke 150 negara, tapi masih ada kendala dalam upaya melakukan vaksinasi penduduk di dunia.

Baca Juga: Masyarakat Tak Bisa Pilih Jenis Vaksin Booster, Ini Penjelasannya

"Lebih dari 100 juta dosis mendapat penolakan bulan Desember lalu," kata Etleva Kadilli dari UNICEF kepada para anggota parlemen Eropa."

Menurutnya alasan utama penolakan vaksinasi adalah masa berlaku atau kedaluwarsa yang hampir habis.

Ditambahkan oleh Etleva, negara-negara miskin juga terpaksa menunda pengiriman vaksinasi karena tidak memiliki tempat penyimpanan vaksin yang memadai.

Sebagian vaksin yang dibuang karena memiliki batas waktu penggunaan yang pendek ketika tiba di negara-negara miskin. Reuters: Afolabi Sotunde

UNICEF belum memberi keterangan lanjutan soal berapa jumlah dosis vaksin secara keseluruhan yang sudah ditolak negara-negara miskin.

Selain penolakan pengiriman vaksin, banyak juga vaksin yang tidak digunakan tapi masih disimpan di negara-negara tersebut.

Data dari UNICEF soal pasokan dan pengiriman vaksin menunjukkan 681 juta dosis saat ini tidak digunakan di 90 negara miskin, seperti yang dicatat lembaga  CARE.

Menurut CARE, lebih dari 30 negara yang miskin, termasuk yang memiliki penduduk besar seperti Republik Demokratik Kongo dan Nigeria, hanya menggunakan kurang dari setengah vaksin yang mereka terima.

COVAX, program global yang dikoordinir oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) sejauh ini sudah mengirimkan 989 juta dosis vaksin ke 144 negara, menurut GAVI, aliansi vaksin yang juga menjalankan program tersebut.

Pasokan dari negara maju juga tidak digunakan

Pasokan vaksin yang sudah mulai tersedia sejak bulan Desember 2020 awalnya dikuasai oleh negara-negara maju, sehingga pengiriman ke negara-negara miskin sangat terbatas.

Namun dalam tiga bulan terakhir, pengiriman meningkat lewat donasi dari negara-negara kaya setelah mayoritas penduduknya sudah divaksinasi.

Di bulan Januari 2022, 67 persen penduduk negara-negara kaya sudah mendapatkan vaksinasi penuh, sementara di negara-negara miskin angkanya baru sekitar delapan persen menurut data WHO.

Meningkatnya ketersediaan vaksin membuat banyak negara miskin juga tidak siap untuk menerimanya.

"Ada beberapa negara yang menolak vaksin sekarang samEtleva."

Menurut data UNICEF, dari sekitar 15 juta dosis vaksin asal negara-negara Uni Eropa yang ditolak, 75 persennya adalah vaksin AstraZeneca. Padahal vaksin Astrazeneca masa berlakunya sekitar 10 minggu setelah kedatangan.

Reuters melaporkan hampir 1 juta vaksin sudah berakhir masa berlakunya di Nigeria di bulan Desember padahal belum digunakan sama sekali.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Muhammad Syahrianto

Bagikan Artikel: