Angkatan Laut Selandia Baru Bawa Bantuan Kemanusiaan untuk Korban di Tonga
Dua kapal Angkatan Laut Selandia Baru yang membawa bantuan kemanusiaan akan tiba di Tonga pada Jumat (21/1/2022). Bantuan tersebut menjadi bantuan internasional pertama yang menjangkau negara kepulauan di Pasifik itu setelah diterjang erupsi gunung berapi dan tsunami.
Kementerian luar negeri Selandia Baru mengatakan pemerintah Tonga telah menyetujui kedatangan kapal HMNZS Wellington dan HMNZS Aotearoa. Sejauh ini Tonga terbebas dari pandemi Covid-19 dan kekhawatiran terhadap wabah virus corona telah membuat rumit upaya pengiriman bantuan.
Baca Juga: Merinding, Tinggal 2 Rumah Tersisa dari Dahsyatnya Tsunami di Tonga
"Kapal-kapal itu diperkirakan tiba di Tonga pada Jumat, tergantung kondisi cuaca," kata kementerian dalam pernyataan.
Pesawat intai P3 Orion kedua dari Selandia Baru akan terbang di atas Tonga dan Fiji pada Rabu, kata Kemlu, untuk mengamati kerusakan yang disebabkan oleh tsunami.
Ratusan rumah di pulau-pulau kecil dan terluar di Tonga hancur dan sedikitnya tiga orang tewas setelah erupsi yang merusak terjadi pada Sabtu dan memicu tsunami.
Jalur komunikasi terhantam parah oleh putusnya kabel bawah laut, sehingga sebagian besar informasi tentang tingkat keparahan sejauh ini berasal dari pesawat intai.
Selandia Baru mengatakan jaringan listrik kini telah pulih dan penilaian kerusakan sedang berlangsung. Pasokan bantuan tengah didistribusikan oleh pemerintah Tonga. Perdana Menteri Tonga Siaosi Sovaleni telah bertemu dengan kepala misi diplomatik di negara itu untuk membahas bantuan.
Perdana Menteri Australia Scott Morrison mengatakan dirinya berharap dapat berbicara dengan Sovaleni pada Rabu.
"Sangat sulit untuk melakukan operasi (kemanusiaan). Pasukan pertahanan kami telah mendukung operasi mereka dan dikerahkan sesuai kebutuhan, sesuai arahan," kata Morrison.
Komunikasi di sebagian besar wilayah Tonga masih putus. Penyedia jaringan ponsel internasional Digicel telah memasang sistem sementara di Tongatapu dengan menggunakan parabola milik Universitas Pasifik Selatan, kata Kemenlu Selandia Baru.
Sistem itu menyediakan koneksi 2G tapi sinyalnya tidak stabil dan hanya mencakup sekitar 10 persen kapasitas normal.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Muhammad Syahrianto
Tag Terkait: