Namun, pada kenyataannya mereka memang hanya dipilih oleh rakyat dan setelah duduk di DPR tidak lagi bekerja bersama rakyat.
"Mereka bekerja untuk kepentingan partainya yang sudah terkooptasi dan dikendalikan oleh para pemilik kapital," beber Anwar.
Alhasil, produk UU yang mereka lahirkan tidak lagi mencerminkan aspirasi rakyat, tetapi lebih mengakomodasi kepentingan pemilik kapital.
"Di bidang ekonomi, para pemimpin negeri ini lebih memperhatikan kepentingan dari pemilik kapital daripada kepentingan rakyat," katanya.
Padahal, konstitusi Indonesia di Pasal 33 UUD 1945 telah mengamanatkan kepada negara untuk menciptakan kemakmuran rakyat sebesar-besarnya.
Waketum MUI ini menyebut, pemerintah dan DPR memang sudah menciptakan kemakmuran bagi rakyat, tetapi perlu diteliti lagi rakyat yang mana.
"Yaitu, mereka-mereka yang punya duit atau yang disebut dengan para pemilik kapital atau para oligarki," jelas Anwar.
Sementara itu, fakir miskin dan anak telantar yang diamanati oleh konstitusi justru nyaris tidak terurus dengan baik.
"Dalam bahasa lainnya yaitu masih jauh panggang dari api," tandasnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Rosmayanti
Tag Terkait: