Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Ratusan Ribu Asing Teriak Saat Perbatasan Jepang Sangat Sulit Dimasuki dan Inilah Alasannya

Ratusan Ribu Asing Teriak Saat Perbatasan Jepang Sangat Sulit Dimasuki dan Inilah Alasannya Kredit Foto: EPA-EFE
Warta Ekonomi, Tokyo -

Lebih dari setahun yang lalu Sebastian Bressa menyelesaikan dokumennya untuk menjadi guru bahasa di Tokyo dan membuat rencana untuk berhenti dari pekerjaannya di Sydney. Hidupnya menjadi tidak memiliki kepastian sejak saat itu.

Jepang telah menutup pintunya bagi sebagian besar orang asing selama pandemi. Warga Australia berusia 26 tahun itu adalah satu dari ratusan ribu orang yang ditolak masuk untuk belajar, bekerja, atau melihat keluarga mereka.

Baca Juga: Jepang Hampir Angkat Bendera Putih Gegara Corona di Tokyo Tembus 20 Ribu Kasus

Jepang telah menjadi salah satu negara paling sulit di dunia untuk dimasuki. Beberapa negara membandingkannya dengan negara terkunci, atau "sakoku", kebijakan panglima perang xenofobia yang memerintah Jepang pada abad ke-17 hingga ke-19.

Aturan perbatasan saat ini hanya mengizinkan warga negara Jepang dan penduduk asing tetap. Ini telah menimbulkan kemarahan pelajar dan cendekiawan asing yang mengatakan tindakan itu tidak adil, tidak ilmiah dan memaksa pengunjung berbakat untuk pergi ke negara lain. Para kritikus mengatakan aturan itu juga merusak profil internasional dan kepentingan nasional Jepang.

Sekitar setengah juta orang asing --termasuk akademisi, peneliti, dan lainnya dengan pekerjaan yang sangat terampil dan 150.000 mahasiswa asing-- telah terpengaruh, berbagai statistik menunjukkan.

“Saya pikir hal yang paling sulit bagi saya adalah keadaan hidup dalam siaga ini,” kata Bressa, Associated Press melaporkan.

Dia tidak dapat berkomitmen pada rencana jangka panjang apa pun dengan keluarga, teman, atau bahkan di tempat kerja.

"Saya tidak bisa merencanakan sejauh itu di masa depan, hanya tidak tahu di mana saya akan berakhir satu atau dua bulan ke depan," tambahnya.

Mahasiswa yang frustrasi telah berkumpul di dekat kompleks diplomatik Jepang di seluruh dunia untuk memprotes.

Di kota terbesar kedua di Spanyol, Barcelona, Laura Vieta berdiri di luar Konsulat Jepang minggu lalu, sambil memegang papan bertuliskan "Hentikan Larangan Perjalanan Jepang".

“Saya melepaskan pekerjaan saya karena saya pikir saya akan pergi ke Jepang pada bulan September,” kata Vieta, 25, yang ingin belajar bahasa Jepang di sekolah swasta selama enam bulan atau lebih.

"Seperti yang kamu lihat, aku masih di sini," tambahnya.

Halaman:

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Muhammad Syahrianto

Bagikan Artikel: