Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Meski Dibayangi Omicron, BI Nilai Ekonomi Global Masih Sesuai Prediksi

Meski Dibayangi Omicron, BI Nilai Ekonomi Global Masih Sesuai Prediksi Kredit Foto: Antara/Hafidz Mubarak A
Warta Ekonomi, Jakarta -

Bank Indonesia (BI) menilai ekonomi global tumbuh sesuai prakiraan meski masih dibayangi risiko yang bersumber dari kenaikan kasus Covid-19 varian Omicron, percepatan normalisasi kebijakan moneter di beberapa bank sentral, dan meningkatnya tensi geopolitik.

Gubernur BI Perry Warjiyo mengatakan, pemulihan ekonomi global diprakirakan berlanjut didukung oleh percepatan vaksinasi serta berlanjutnya kebijakan fiskal yang ekspansif.

"Realisasi pertumbuhan ekonomi 2021 di Amerika Serikat (AS), Kawasan Eropa, dan Tiongkok menunjukkan perbaikan yang berlanjut. Perbaikan ekonomi di Jepang dan India juga diprakirakan terus berlangsung ditopang kebijakan moneter dan fiskal yang tetap akomodatif," ujar Perry di Jakarta, Kamis (10/2/2022). Baca Juga: BI Nilai Pemulihan Ekonomi Global Akan Berlangsung Lebih Seimbang

Pemulihan ekonomi yang berlanjut, sebut Perry, dikonfirmasi oleh kinerja sejumlah indikator pada Januari 2022 antara lain Purchasing Managers' Index (PMI), keyakinan konsumen, dan penjualan ritel yang tetap kuat, di tengah kenaikan penyebaran kasus Covid-19 varian Omicron.

"Dengan perkembangan tersebut, pertumbuhan ekonomi global 2022 diprakirakan sesuai dengan proyeksi sebelumnya sebesar 4,4%. Volume perdagangan dan harga komoditas global diprakirakan masih meningkat, sehingga menopang prospek ekspor negara berkembang," ungkap Perry.

Namun demikian, perekonomian global masih menghadapi ketidakpastian pasar keuangan yang meningkat sejalan dengan rencana percepatan kebijakan normalisasi negara maju, terutama AS dan Kawasan Eropa, sebagai respons peningkatan tekanan inflasi akibat gangguan rantai pasok dan kuatnya permintaan, kenaikan penyebaran Covid-19 varian Omicron, serta meningkatnya tensi geopolitik.

"Hal tersebut berpotensi mengakibatkan terbatasnya aliran modal dan tekanan nilai tukar negara berkembang, termasuk Indonesia," tutur Perry.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Fajar Sulaiman
Editor: Fajar Sulaiman

Bagikan Artikel: