Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Pengembangan Agribisnis Mengatasi Pengangguran Dampak Covid-19 dan Antisipasi Dampak Perubahan Iklim

Oleh: Fadel Muhammad, Wakil Ketua MPR RI/Founder dan Presiden Komisaris Warta Ekonomi

Pengembangan Agribisnis Mengatasi Pengangguran Dampak Covid-19 dan Antisipasi Dampak Perubahan Iklim Kredit Foto: MPR
Warta Ekonomi, Jakarta -

Sejak Covid-19 (Coronavirus Disease 2019) muncul pada akhir tahun 2019 di Wuhan, Propinsi Hubei, Republik Rakyat China (RRC) dan telah menyebar keseluruh dunia, 188 negara  yang terkonformasi terkena virus, termasuk Indonesia dan sekarang telah memasuki tahun ketiga dan kita tidak tahu kapan wabah ini berakhir.  Di samping masalah Covid-19, kita juga dihadapkan dengan masalah dampak perubahan iklim global. 

Dampak dari wabah dan perubahan iklim global ini sama-sama telah kita rasakan di semua aspek kehidupan baik ideologi, politik, ekonomi, sosial-budaya, dan pertahananan kemamanan (Ipoleksosbudhankam).  Di bidang ekonomi, selama dua tahun 2020-2021, BPS mencatat pertumbuhan ekonomi Indonesia mengalami kontraksi minus 2.07% (2020), dan pertumbuhan positif 3.69% (BPS, 2021). Semua sektor mengalami kontraksi kecuali sektor pertanian/agibisnis, karena ini menyangkut deman  pangan tetap meningkat, meskipun tetap  tumbuh positif tetapi tidak seperti yang diharapkan. Baca Juga: Fadel Muhammad Imbau Seluruh Pihak Antisipasi Gelombang Ketiga Covid-19

Pada tahun 2020 lalu, PDB sektor pertanian tercatat sebesar 1,75%, dan 1.35 % (triwulan 3, 2021). Salah satu yang menjadi andalan di sub sektor pangan (padi dan jagung) , sub sektor perkebunan (kelapa sawit ).  Akibat dari pertumbuhan ekonomi nasional yang rendah ini , salah satu dampaknya adalah penganguran.

Bank Dunia telah mengingatkan Presiden RI, Bpk Jokowi,  bahwa Pandemi Covid-19 menciptakan luka dalam bagi dunia, termasuk Indonesia. Meski Covid-19 sudah mulai turun, akan tetapi luka tersebut butuh waktu yang cukup lama untuk disembuhkan. Salah satunya mengenai pengangguran. Demikianlah diungkapkan Habib Rab, Kepala Ekonom Bank Dunia regional Indonesia dan Timor Leste saat menyampaikan laporan prospek ekonomi Indonesia secara virtual, Kamis (16/12/2021).

"Dampak jangka pendek dari Covid ini ada dan sudah dilihat dan ada risiko dampak yang akan bertahan lama, terkait pengangguran meningkat dan penurunan investasi. Kita lihat ada penurunan pertumbuhan potensional terus menurun," jelasnya.  

Untuk itu  Pemerintah untuk lebih fokus bagaimana mengatasi  penganguran karena berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), angka pengangguran pada Agustus 2021 mencapai 9,1 juta orang atau secara persentase mencapai 6,49%. Sementara angka pengangguran sebelum terjadi pandemi atau pada 2019, angka pengangguran mencapai 7,1 juta. Artinya, ada 2 juta orang yang menganggur karena pandemi Covid-19 

Disamping itu  kita juga antisipasi peringatan BMKG akan dampak perubahan iklim baik La-Nina maupun El-Nino yang menimbulkan  masalah kebanjiran, kekeringan, dan kebakaran lahan dan hutan serta kabut asap, dan tanah longsor. Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN/Bappenas) menyampaikan, potensi kerugian ekonomi akibat dampak perubahan iklim hingga 2024 bisa mencapai Rp544 triliun.  Rinciannya, sektor pesisir dan laut mengalami kerugian ekonomi sebesar Rp408 triliun, air Rp28 triliun, pertanian Rp78 triliun, dan kesehatan Rp31 triliun.

Selanjutnya pada sesi penutupan KTT G20 Roma, telah dilakukan  penyerahan posisi keketuaan atau Presidensi G20 dari Italia ke Indonesia yang dimulai 1 Desember 2021 sampai setahun ke depan”.  Presiden Republik Indonesia Joko Widodo untuk pertama kalinya dalam sejarah Indonesia memegang Presidensi G20 pada tahun 2022 setelah G20 terbentuk sejak tahun 1999.  Indonesia telah menjadi anggota sejak awal G20 dibentuk dan menjadi satu-satunya Negara dari ASEAN yang tergabung untuk mewakili kelompok negara berkembang dan kawasan Asia Tenggara.

 Dalam sejarahnya, G20 telah menjadi forum utama kerjasama ekonomi internasional yang dibentuk untuk menyelesaikan permasalahan global. Forum yang dimotori oleh negara-negara dengan perekonomian pesat di dunia ini juga telah menghasil berbagai solusi nyata, contohnya mendukung dunia kembali tumbuh serta mendorong beberapa reformasi penting di bidang finansial pada krisis keuangan global tahun 2008. Selain itu, G20 juga berkontribusi dalam penanganan pandemi covid-19 melalui penangguhan pembayaran utang luar negeri pada negara berpenghasilan rendah, injeksi penanganan covid-19 sebesar >5 triliun USD (Riyadh Declaration), serta kontribusi lainnya dalam penanganan pandemi covid-19, dan penanganan isu-isu lainnya termasuk perdagangan, dampak perubahan iklim, risiko iklim dan risiko transisi menuju ekonomi rendah karbon dan mengimplementasikan  pembangunan berkelanjutan.

Pemerintah Indonesia memastikan bahwa forum yang dibawa pada G20 Tahun 2022 akan mencerminkan pemecahan solusi bagi berbagai tantangan yang dihadapi dunia melalui upaya dalam menghasilkan solusi nyata untuk mengatasi tantangan tersebut.  Untuk itu komitment pemerintah  Indonesia untuk menanggulangi masalah iklim ini harus dibuktikan dengan program nyata.  Salah satunya adalah pengembangan agribisnis, disamping untuk adaptasi dan mitigasi terhadap dampak perubahan iklim global juga untuk mengatasi  penganguranl.

Fokus komoditinya adalah tanaman  pangan (padi jagung), ternak unggas, dan komoditi ekspor kelapa sawit, karet, coklat, hortikultura terutama tanaman hias  yang jelas sudah ada pasarnya. Karena sektor ini tealah terbuksi tetap tumbuh ditengah badai krisis, mampu menahan inflasi, menyediakan lapangan kerja, dan peningkatan pendapatan per kapita/pemerataan dan menjaga kelestarian leingkungan hidup. Masalahnya adalah tinggal bagaimana membuat  kebijakan secara berkualitas, dengan  fokus komoditi, kawasan, dan senergi terutama kebijakan moneter,  pinjaman dengan bunga rendah dan  ada skim selain KUR, Fiskal (APBN, penguatan SDM)), dan investasi, penyederhanaan perizinan, pemanfatan lahan terlantar.

Disamping masalah dukungan kebijakan moneter, fiskal dan investasi dalam  upaya pengembangan agibisnis, dukungan  Sumber Daya Manusia (SDM)  dalam aspek Enterpeneuship, Leadership, Management dan Teksnis untuk generasi petani milneal, melalui pengutan kelembagaan koperasi petani sangat penting . Untuk itu pelatihan untuk meningkatkan kompetensi generasi mileneal untuk menguasai  ke empat  aspek materi tersebut menjadi proiritas.  Selanjutnya dengan SDM yang kompeten ini diarahkan dan disalurkan  untuk menjadi pengurus koperasi dalam rangka memberikan pelayanan prima ; penyediaan sarana, pembiayaan, informasi, teknologi, pengolahan dan pemasaran hasil petani.  

Terakhir, hal yang tidak kalah penting adalah penguatan modal koperasi di setiap kecamatan, dengan memberikan pinjaman modal kerja koperasi minimal 15 M/koperasi untuk kawasan skala ekonomi 1.600-3.200  Ha dengan bunga rendah atau sistem bagi hasil.  Tercatat di Kementrian Pertanian,  Kelembagaan Ekonomi Petani (KEP) 4.697 unit  berupa koperasi yang tersebar di seluruh Indonesia. Dengan demikian dibutuhkan  anggaran Rp70.5 T .  Sumbernya bisa dari APBN, KUR, pola Kemitraan dengan sumber permodalan diluar perbankan dengan prinsip sukses peneyaluran, pemanfaatan dan pengembalian.

Harapannya dengan pengembangan Agribisnis yangg fokus komoditi, kawasan, dan sinergi penanganannnya yang dikoordiir oleh Menko Bidang Pereknomian, InshaAllah masalah pengangguran dan dampak perubahan iklim global dapat diatasi dengan baik.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Lestari Ningsih

Bagikan Artikel: