Direktur Eksekutif Kepala Departemen Internasional Bank Indonesia (BI) Rudy Brando Hutabarat mengatakan Indonesia akan memanfaatkan momentum presidensi G20 untuk mendorong mendorong negara-negara berkembang melakukan mitigasi menghadapi kebijakan Bank Sentral AS atau The Fed.
Menurutnya, hal itu menjadi penting didiskusikan agar exit strategy bisa dikolaborasikan dengan baik, diperhitungkan dengan baik, direncanakan dengan baik, dan dikomunikasikan dengan baik. Dengan demikian akan melindungi negara berkembang yang baru pulih, lebih kuat.
“Misal seperti sekarang Fed mulai tapering dan kemungkinan kenaikan suku bunga dan tahun ini diperkirakan 4-5 kali," kata Rudy dalam acara “Media Briefing Persiapan 2nd FCBD & 1st FMCBG G20: Momentum Ekonomi Dunia Bangkit dan Pulih Bersama" yang digelar fmb9, pada Senin (14/2/2022).
Rudy menjelaskan exit strategy yang dilakukan AS melalui Bank Sentralnya, bisa memberikan efek rambatan (spillover) pada negara-negara perkembang.
Sebab, saat ini pemulihan ekonomi belum merata, terutama di negara-negara berkembang. Ini menjadi langkah mitigasi bagi negara-negara berkembang.
Jika direncanakan dengan baik, kata Rudy, maka dampak ke negara-negara berkembang yang masih pemulihan mereka akan fokus pada pemulihan. Tujuannya, untuk menyusul negara-negara yang sudah pulih lebih dulu.
"Kalau direncanakan dengan baik, maka dampaknya ke negara-negara emerging lebih terbatas. Ini mengapa penting? Kalau dampak rambatan itu dapat dimitigasi, maka negara-negara berkembang yang saat ini masih dalam tahap pemulihan, maka dia akan lebih fokus pada pemulihannya. Sehingga ikut bareng-bareng menjadi pulih bersama-sama dengan negara-negara yang sudah lebih dulu," jelas Rudy.
Indonesia sebagai Presidensi G20 menyelenggarakan pertemuan kedua Finance and Central Bank Deputies (FCBD) dan pertemuan pertama Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Sentral G20 (the First G20 Finance Ministers and Central Bank Governors’ Meeting / FMCBG). Kedua agenda Presidensi G20 ini akan dilaksanakan di Jakarta Jakarta Convention Center pada 15-18 Februari 2022.
Maka dari itu, tema yang akan diusung dalam G20 ini adalah bagaimana dunia pulih secara bersama. Tema itu diambil karena dengan kebersamaan, kekuatan untuk memulihkan situasi di tengah pandemi Covid-19 lebih dapat digapai.
Rudy menyebut, exit strategy to support recovery menjadi penting untuk pertumbuhan ekonomi dunia. Pasalnya, pemulihan ekonomi dunia saat ini tidak merata, ada yang cepat dan ada yang lambat.
"Sebagai contoh di Amerika, sekarang kalau AS itu pertumbuhan ekonominya pulih lebih baik. Mereka akan melakukan normalisasi kebijakan yang sering kita sebut tapering. Dia sudah mulai mengurangi likuiditas dan ini bahkan diindikasikan mereka akan menaikan suku bunga lagi," ujarnya.
Ia membeberkan, terdapat enam agenda penting yang akan didorong dalam presidensi G20, di antaranya exit strategy to support recovery, addressing scarring effect to secure future growth, payment system in digital era, sustainable finance, digital financial inclusion, dan internasional taxation.
"Kami memandang enam agenda ini penting kembalikan ekonomi dunia dan pulih jadi lebih kuat," jelasnya.
Rudy menambahkan, ketika ekonomi dunia mengalami pemulihan, maka kita lihat permintaan ekspor kita meningkat. Peningkatan ekspor itu disebabkan oleh dua faktor. Pertama, permintaan yang pulih dari dunia, permintaan meningkat, dan harganya juga meningkat.
“Komunikasi antara harga dan kuantitas, itu memberi keuntungan bagi kita, sehingga kita dapat efek positif dari exit strategy. Ekonomi Indonesia juga bisa fokus melakukan pertumbuhan domestiknya dengan lebih baik," imbuhnya Rudy
Lebih lanjut, Rudy menambahkan, hal pertama yang ditempuh Bank Indonesia adalah melakukan konsolidasi dengan Kementerian Keuangan untuk menyiapkan bahan argumentasi.
Hal tersebut, menurutnya, bertujuan agar pemerintah dapat mengkomunikasikan dengan baik isu yang dibahas kepada negara-negara lain dan memiliki argumentasi yang kuat.
Itu yang pertama, jadi kami konsolidasi di internal antara Kementerian Keuangan dan kemudian Bank Indonesia untuk menyampaikan argumentasi yang terbaik.
Rudy menuturkan pihaknya akan melakukan dialog kepada negara-negara yang memiliki argumentasi tersendiri. Ia mengatakan akan menekankan pentingnya kolaborasi dibandingkan kompetisi.
“Kalau collab artinya kita mau menerima orang lain. Kalau menerima orang lain tentu tidak mau menang sendiri. Kita melakukan dialog bilateral lobi komunikasi dan kita petakan negara ini pandangannya apa, negara ini pandangannya apa, kemudian didekati yang negara yang kira-kira mempunyai pandangan berbeda itu kita dekati untuk mencari titik temu,” ungkapnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Ferry Hidayat
Tag Terkait: