Menteri Koordinator (Menko) Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, sebagai dirigen kebijakan ekonomi dinilai gagal mengonsolidasikan kebijakan pangan dan hilirisasi sawit. Ini tecermin dari berlarut-larutnya krisis minyak goreng dan melambungnya harga kedelai saat ini.
“Harusnya Kemenko Perekonomian bisa mengoordinasikan dan mengondisikan kementerian terkait agar tidak ada kelangkaan minyak goreng dan kedelai sehingga harganya naik," ucap Direktur Program INDEF, Esther Sri Astuti, saat dihubungi di Jakarta, Kamis (24/2).
Padahal, menurut Ester, Kemenko Perekonomian dan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) memiliki kajian terkait minyak goreng dan kedelai. "Masalahnya sudah nyata dan teridentifikasi, tapi pemerintah tidak mau saja menyelesaikan?”
Dia mengatakan, Menko Airlangga semestinya mengambil langkah strategis dan terukur dalam mengatasi masalah ini. Sehingga, tidak membuat "masyarakat lapar".
"Kalau ini dibiarkan terus-menerus akan bahaya. Rakyat lapar, maka kemungkinan chaos bisa terjadi. Historically, Presiden Soekarno dan Soeharto lengser karena krisis," tegasnya mengingatkan.
Ester menerangkan, kelangkaan minyak goreng sejak Oktober 2021 dan mahalnya harga kedelai belakangan ini karena komoditi itu hanya dikendalikan beberapa pemain. Masalah yang sekarang terjadi pun bukanlah pertama kali di Indonesia. Dengan demikian, pasar kedelai dan minyak goreng oligopoli.
"Ketika ada pemicu sedikit, harga sawit meningkat dan penggunaan sawit dibatasi untuk biodiesel dan produsen sawit jika mau ekspor harus diolah dulu, pasti kondisi ini lebih mudah dimainkan oleh produsen minyak goreng. Seharusnya hal ini bisa dipelajari dan dikendalikan," tutupnya.
Terpisah, pengamat kebijakan publik Trubus Rahadiansyah berpendapat, kegagalan pemerintah dalam menangani masalah strategis di bidang pangan dan olahan sawit karena kebijakan yang ditelurkan cenderung pro pengusaha.
"Tentu pemerintah dalam hal ini ngasih kebijakan pro pengusaha, kira-kira begitu itu penyebabnya," katanya.
Selain itu, kata dia, antarkementerian/lembaga terkait pun belum kompak. Mereka dinilai masih mengedepankan ego masing-masing. Imbasnya, pengawasan di lapangan buruk.
“Pengawasannya juga kurang, kementerian pengawasannya lemah," terangnya. "Ego sektoral [karena] nyari sendiri-sendiri, nyari cuan,” tutupnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Ferry Hidayat
Tag Terkait: