Sering Terjadi Serangan Siber, Apakah Indonesia Lingkungan Aman untuk Menjelajahi Dunia Maya?
Pandemi global terus berdampak di Indonesia khususnya dalam hal digitalisasi dan pergeseran aktivitas fisik ke format online. Seiring dengan pesatnya penggunaan teknologi informasi dan komunikasi, ancaman siber pun turut mengalami peningkatan.
Sebelumnya, jutaan data pasien di berbagai rumah sakit di server Kementerian Kesehatan diduga bocor. Agustus tahun lalu, data eHAC di aplikasi versi lama juga diduga bocor.
Sebulan setelahnya, sertifikat vaksinasi milik Presiden Joko Widodo (Jokowi) beredar di media sosial. Penyebabnya diduga karena Nomor Induk Kependudukan (NIK) presiden yang bocor. Oktober 2021, situs Pusat Malware Nasional dari BSSN terkena peretasan dengan metode perusakan atau deface.
Baca Juga: Perjalanan 5 Tahun Dunia Maya di Indonesia, Berikut Laporan Keamanan Siber Oleh Kaspersky
Kemudian, hacker asal Brasil yang menyebut dirinya ‘son1x’ mengklaim telah membobol data Polri. ‘son1x’ mengaku sudah memiliki data pribadi dan rahasia para anggota Polri beserta orang-orang terdekat.
Yang terbaru kasus dugaan data bocor, yang menimpa Bank Indonesia (BI). Dengan lebih dari 200 komputer di kantor cabang Bank Indonesia (BI) diduga dibobol oleh peretas (hacker) asal Rusia, ransomware Conti.
Hal ini menurut Co-Founder Protergo, salah satu pendiri perusahaan cyber security di Indonesia, untuk serangan siber tiap tahunnya bisa bertambah dua kali lipat, hal ini ia ungkapkan melihat tren teknologi yang semakin berkembang juga diikuti dengan kemahiran para penjahat siber. Untuk di Indonesia sendiri Marco Cioffi menjelaskan terdapat tiga jenis serangan yang sejauh ini ditemukan paling banyak dan aktif khususnya di Indonesia.
“Pertama ada ransomewere attack, di mana ia akan mengenkripsi semua data-data dan berujung meminta tebusan. Kedua ada stealing data, atau mencuri data dari target. Nantinya ia akan menjual data di dark web setelah mereka berhasil mengeksploitasi data-data si target. Ketiga ada infrastructure attack, di mana di negara-negara yang juga umum terjadi kasus ini, misalnya di US. Jadi contohnya mungkin ada beberapa organisasi dan pemerintah di Indonesia juga yang kena serangan ini. Tentunya ini dilakukan oleh organisasi kriminal yang kita tidak tahu juga pelakunya siapa,” ujarnya saat diwawancarai oleh tim Warta Ekonomi belum lama ini.
Ia menambahkan berdasarkan data Protergo sekitar 70% serangan berasal dari luar Indonesia dan sisanya sekitar 30% dari dalam Indonesia. Untuk serangannya sendiri 20% serangan ke web, 20% serangan ke mobile dan 20% lainnya itu melalui phising email.
Menurut General Manager untuk Asia Tenggara di Kaspersky, Yeo Siang Tiong perusahaannya sejauh ini telah memantau phishing, ransomware, cryptomining, dan upaya siber lainnya di Indonesia selama beberapa tahun terakhir.
Untuk tahun ini, Yeo Siang Tiong mengatakan para ahli Kaspersky memperkirakan empat tren utama pada tahun 2022, dari penipuan tingkat lanjut dan serangan rekayasa sosial hingga ancaman yang ditargetkan pada industri cryptocurrency dan NFT yang sedang berkembang di Indonesia dan Asia Tenggara.
“Di sisi konsumen, phishing akan terus menjadi metode yang paling efektif dan bahkan data kami menunjukkan bahwa aplikasi perpesanan menjadi populer di kalangan scammer phishing. Data Kaspersky menunjukkan bahwa sejumlah besar tautan berbahaya yang terdeteksi antara Desember 2020 dan Mei 2021 dikirim melalui WhatsApp (89,6%), diikuti oleh Telegram (5,6%),” ungkapnya.
Dalam lingkungan saat ini, ia mengatakan keamanan siber tidak lagi dianggap terpisah dari risiko privasi, kesehatan, dan ekonomi secara umum. Dan karena ketergantungan pada internet terus tumbuh, ancaman siber juga terus meningkat dan dapat menyebar ke seluruh dunia dalam hitungan menit tanpa mempedulikan batas regional, nasional, atau lainnya.
“Kami menyadari bahwa tidak ada solusi “peluru perak” di dunia dengan teknologi yang berkembang pesat, lanskap ancaman yang terus berubah, dan kurangnya pengetahuan keamanan siber,” imbuhnya.
Sebelumnya melansir dari laporan Kaspersky untuk tahun 2021, Indonesia menunjukkan bahwa setidaknya dua dari lima (40,5%) pengguna komputer hampir terkena serangan berbasis web, dan hampir setengahnya (46,6%) menjadi sasaran ancaman lokal. Tinjauan ancaman tahunan ini didasarkan pada data dari Kaspersky Security Network (KSN), infrastruktur terdistribusi kompleks yang didedikasikan untuk memproses aliran data terkait keamanan siber dari jutaan partisipan sukarela di seluruh dunia.
Lebih lanjut, menurut data Global Cybersecurity Index (GCI) 2020 yang didasarkan atas konsep lima kategori penilaian atau dinamakan The Five Pilars of GCI Framework yaitu legal, technical and procedure, organizational, capacity building, dan international cooperation, menunjukkan bahwa posisi keamanan siber Indonesia berada pada peringkat 24 dengan skor 94,88, jauh berada di bawah negara Singapura maupun Malaysia yang berada pada posisi 4 (98,52)dan 5 (98,06).
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Nuzulia Nur Rahma
Editor: Rosmayanti
Tag Terkait: