Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Tragis! Ayah di Kotabaru Cabuli Anak Tiri Berulang Kali hingga Hamil, Ini Tanggapan KemenPPPA

Tragis! Ayah di Kotabaru Cabuli Anak Tiri Berulang Kali hingga Hamil, Ini Tanggapan KemenPPPA Ilustrasi. | Kredit Foto: Ist
Warta Ekonomi, Jakarta -

Seorang ayah di Kecamatan Hampang, Kabupaten Kotabaru, Kalimantan Selatan (Kalsel) berinisial N (51) memerkosa anak tirinya sendiri sendiri, K (17) hingga hamil dan melahirkan. Menanggapi kasus tersebut, Kementerian Pemeberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) menyayangkan terjadinya kekerasan seksual terhadap anak yang dilakukan oleh pelaku ayah tiri tersebut. 

“Kemen PPPA menyayangkan kejadian yang terjadi di Kotabaru, Kalimantan Selatan, karena lagi-lagi salah satu anak kita menjadi korban kekerasan seksual yang dilakukan oleh orang terdekatnya,” ujar Asisten Deputi Pelayanan Anak yang Memerlukan Perlindungan Khusus, KemenPPPA, Robert Parlindungan Sitinjak dalam keterangannya, Jumat (11/3/2022). 

Baca Juga: Guru di Purbalingga Cabuli Tujuh Murid, KemenPPPA Desak Hukuman Maksimal dan Kebiri Pelaku

Disampaikan Robert terungkapnya kasus kekerasan seksual pada anak oleh orang terdekat akhir-akhir ini, di satu sisi dapat menimbulkan kepanikan di masyarakat namun di sisi lain juga memberikan dorongan kepada kita semua untuk melaporkan kasus kekerasan yang ditemui. Hasil koordinasi yang diperoleh KemenPPPA melalui Dinas PPPA Kota Baru, kasus terungkap karena adanya laporan warga ke ketua RT setempat dan dilanjutkan ke Polsek Hampang, Kotabaru. 

“Belajar dari kasus Kotabaru, Kalimantan Selatan, peran masyarakat juga menjadi penting, karena anak korban tidak akan terselamatkan jika tidak ada kepekaan warga sekitar terkait kondisi korban dan keberanian warga sekitar untuk melaporkan kondisi tersebut,” tutur Robert. 

Ancaman kekerasan yang dilakukan oleh pelaku N untuk mengintimidasi korban yang merupakan orang terdekat menjadi pola yang berulang. Dalam kasus ini, anak korban juga sering diancam akan dipukuli dan disiksa oleh ayah tirinya sebelum dicabuli, terlebih jika mengadu ke orang lain terutama ibunya. Korban diperkosa saat kondisi rumah dalam keadaan sepi. 

“Kemen PPPA melalui Dinas PPPA Provinsi Kalsel sudah mendampingi jalannya proses hukum dan dalam waktu dekat akan melakukan penjangkauan sekaligus screening dan memberi layanan psikologis terhadap anak. Kemen PPPA juga memastikan bahwa saat ini anak korban didampingi oleh keluarga, Kepala Unit Polsek, serta pekerja sosial,” jelas Robert. 

KemenPPPA menyerukan agar proses hukum yang baru saja berjalan dapat mengutamakan kepentingan terbaik dan berperspektif korban serta pelaku perlu diberi ganjaran hukum yang setimpal.  

“Kemen PPPA mendorong agar Aparat Penegak Hukum (APH) menerapkan hukuman sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku. Tersangka diduga dapat dijerat dengan pasal berlapis,” tegas Robert. 

Robert menjelaskan pasal tersebut yaitu Primer Pasal 76 D Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 jo Pasal 81 ayat 1, 2, 3, 6 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2016 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2016 tentang Perubahan ke-2 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak menjadi Undang Undang; Subsidair Pasal 76 E Undang-Undang 35 Tahun 2014 jo Pasal 82 ayat 1, 2, 3, 5 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2016 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2016 tentang Perubahan ke-2 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak menjadi Undang-Undang, dengan ancaman hukuman penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan denda paling banyak Rp. 5 miliar, serta pidana tambahan Pengumuman Identitas Pelaku, setelah Terpidana selesai menjalani pidana pokoknya. 

Lalu, diberikan Restitusi ganti kerugian kepada Korban atau keluarganya yang dibebankan kepada pelaku, berdasarkan surat permohonan kepada Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK), sebagaimana ditegaskan pada ketentuan Pasal 1 ayat 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 13 tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban. Pelaku dikenakan tambahan 1/3 (sepertiga) dari ancaman pidana karena memiliki hubungan keluarga dengan korban.  

“Tren meningkatnya masyarakat yang mulai berani dan percaya untuk membuat laporan pengaduan  kepada  layanan pengaduan, diperlukan komitmen Aparat Penegak  Hukum  (APH) untuk  memberikan keadilan pada korban sesuai peraturan yang berlaku dan menerapkan hukuman maksimal. APH memerlukan kompetensi teknis khusus untuk menghindari terjadinya viktimisasi dari proses penyelidikan, penyidikan, pembuktian maupun peradilan, menuntut peran APH dalam mendorong terwujudnya keadilan,” tambah Robert. 

Robert juga menekankan masyarakat harus yakin bahwa pemerintah baik pusat dan daerah dan semua pihak akan memberikan perlindungan terbaik sesuai dengan tugas dan fungsinya masing-masing khususnya dalam memberikan perlindungan khusus bagi anak.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Rena Laila Wuri
Editor: Alfi Dinilhaq

Bagikan Artikel: