Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Peneliti Sebut 110 Juta Warga Semuanya Bahas Tunda Pemilu Mustahil, Luhut Diminta Buka Kata Kunci

Peneliti Sebut 110 Juta Warga Semuanya Bahas Tunda Pemilu Mustahil, Luhut Diminta Buka Kata Kunci Kredit Foto: Instagram/Luhut Binsar Pandjaitan
Warta Ekonomi, Jakarta -

Peneliti media sosial sekaligus Founder Drone Emprit, Ismail Fahmi, mempertanyakan klaim Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan soal big data pemerintah mengenai 110 juta warga menginginkan Pemilu 2024 ditunda. 110 juta warga itu merupakan pengguna media sosial

Ia pun meminta Luhut untuk menunjukkan metodologi dan kata kuncinya jika yang diambil dari big data 110 juta warga.

Baca Juga: Ikut-Ikutan Luhut, PKS Ternyata Juga Punya Big Data, Tapi...

"Jadi, metode atau kata kuncinya harus dibuka sehingga yang lain kalau mau compare bisa. Harapannya, kemarin timnya Pak Luhut buka metodenya, periodenya kapan, dan kata kuncinya apa," kata Ismail dalam diskusi publik bertajuk "Meninjau Pandangan Publik dan Analisis Big Data soal Penundaan Pemilu" yang digelar Persepi di kawasan Senayan, Kamis (17/3/2022).

Ismail menjelaskan perbedaan big data dan survei. Big data menggunakan populasi, sedangkan survei menggunakan sampling. Ismail juga mempertanyakan apakah 110 juta warga yang diklaim Luhut aktif sebagai pengguna di media sosial atau yang hanya membicarakan soal penundaan Pemilu. Menurutnya, sangat mustahil 110 juta warga membicarakan penundaan Pemilu.

"Bagaimana melihat populasi? 110 juta mereka yang aktif yang di medsos dan bicara penundaan. Jadi, ada 110 juta semua bicara penundaan pemilu is imposible," kata dia.

"Populasi yang kita maksud populasi percakapan. Setiap orang bisa ngomong 1.000 kali. Namun, kita lihat lagi misal total mention populasi itu misal 100 ribu, tapi yang ngomong hanya 10 ribu," sambungnya.

Menurut dia jumlah populasi netizen saat ini sekitar 277 juta. Total pengguna internet 204 juta. Di antaranya pengguna medsos 191 juta, youtube 139 juta, instagram 199 juta, Twitter hanya 18 juta. Selain itu, Ismail menjelaskan bahwa dalam memperoleh analisis big data, metodologinya ialah menggunakan kata kunci. Misalnya, kata kunci penundaan Pemilu, Jokowi, 2024.

"Pertama ada pertanyaan, berapa banyak orang ingin penundaan pemilu. Jadi kata kuncinya, pemilu, penundaan, Jokowi, 2024, periode kita masukkan. Apa semua bisa diambil, pasti ada yang terlewat. Jadi metode atau kata kuncinya harus dibuka. Jadi yang lain kalau mau compare bisa," papar dia.

Lebih lanjut, Ismail menyebut jika Luhut bisa mendapatkan data tersebut, bisa jadi Luhut menggunakan open source inteligent untuk sumber data yang bisa dikumpulkan tanpa harus melalui log in atau daftar akun. Hal tersebut karena dirinya pernah melakukan analisis data.

"Saya punya olah 12 server untuk olah big data. Satunya bisa 400 kata kunci. Nanti ada yang Tweet masuk. Ada yang susah, Facebook, Instagram karena masalah privasi. Zaman dulu saya ingat sampe April 2014 itu bisa diambil. Tapi sejak April disetop," kata Ismail.

"Jadi kalau mau ambil data harus dikumpulkan. Akun-akun paling populer, Tokoh-tokoh. FB grup. Saya harus kumpulin. Targeted. Nggak bisa dapat semua. Nah, ketika dapat klaim 110 juta itu dari mana? Kalau dari twitter aja nggak mungkin tadi 18 juta user-nya," sambungnya.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Puri Mei Setyaningrum

Bagikan Artikel: