Menurut Mulyanto, dengan sistem penjualan terbuka maka peluang bagi penyimpangan migor curah bersubsidi ini tetap ada.Paling tidak ada tiga peluang penyimpangan tersebut, yakni larinya migor curah bersubsidi rumah tangga ke industri baik makanan, minuman maupun perhotelan.
Atau migor curah bersubsidi ini disimpangkan untuk disaring ulang dan dikemas menjadi migor kemasan. Kemungkinan lain adalah beralihnya konsumen migor premium kepada migor curah bersubsidi.
Baca Juga: Ibu-ibu Se-Indonesia Rebutan Buat Minyak Goreng, Eh Megawati Malah Bilang Begini
"Kalau penyimpangan ini terjadi maka migor curah bersubsidi akan kembali langka," ungkap Mulyanto.
Untuk diketahui berdasarkan data Kemenperin, kebutuhan minyak goreng sawit nasional pada 2021 sebesar 5,07 juta ton. Jumlah tersebut terdiri dari kebutuhan curah industri sebesar 32 persen; migor curah rumah tangga sebesar 42 persen; dan migor kemasan sebanyak 26 persen.
Artinya kebutuhan untuk migor curah rumah tangga ini adalah yang terbesar dibandingkan dengan migor curah industri atau migor kemasan.
"Pemerintah harus membangun sistem pengawasan yang andal, agar migor curah rumah tangga ini tidak lari menjadi migor industri atau migor kemasan," tandas Mulyanto.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Aldi Ginastiar
Tag Terkait: