Kontribusi kaum milenial dalam penggunaan energi baru terbarukan dinilai bisa mempercepat proses transisi energi di Indonesia. Proses ini merupakan sebuah keniscayaan yang harus dilakukan semua negara.
“Kaum milenial bisa memulainya dari diri sendiri,” kata Direktur Keuangan PT Pertamina Geothermal Energi (PGE) Nelwin Aldriansyah menjawab pertanyaan seorang peserta dalam Seminar Nasional G20 Indonesia 2022 bertajuk “Presidensi G20: Peran, Kontribusi, dan Tantangan” secara daring di Jakarta, Sabtu (19/3/2022).
Seperti diketahui, Indonesia telah memperbarui komitmen untuk mengurangi efek gas rumah kaca (GRK) dalam dokumen Nationally Determined Contributions (NDC) sebesar 29 persen pada 2030 dari level business as usual (BaU).
Baca Juga: PGE Buka Peluang Kemitraan Strategis untuk Kembangkan Pembangkit Panas Bumi
Selain itu, Indonesia juga sudah menetapkan target bauran energi baru terbarukan pada 2025 sebesar 23 persen. Pada ujungnya, Pemerintah juga sudah menargetkan zero emission pada 2060 atau lebih cepat.
Transisi energi juga menjadi salah satu dari tiga prioritas utama dalam pembahasan Kelompok Kerja ketika Indonesia menjadi presidensi G20 untuk periode 2021-2022. Tiga prioritas utama Presidensi G20 Indonesia 2022 yang mengambil tema “Recover Together, Recover Stronger” ini adalah Arsitektur Kesehatan Global, Transformasi Ekonomi berbasis Digital, dan Transisi Energi. Energi hijau merupakan pilihan tak terelakkan untuk menghadapi pemanasan global.
Baca Juga: PGE Segera Operasikan PLTP yang Memanfaatkan Uap Basah Panas Bumi
Menurut Nelwin, dalam proses transisi energi ini, kaum milenial bisa memulainya dengan menggunakan energi secara bijak. Kaum muda bisa memberikan kontribusinya dengan mengurangi penggunaan energi berbasis fosil dan menggantikannya dengan sumber energi yang berkelanjutan (sustainable) dan bisa diperbarui (renewable).
“Salah satunya adalah dengan memanfaatkan kendaraan umum, baik bus listrik maupun kereta api,” katanya.
Kaum muda juga harus mulai menggunakan perangkat listrik hemat energi dan memanfaatkan panel surya untuk pembangkitan listrik rumah tangga. Hal ini bisa mengurangi ketergantungan rumah pada pasokan listrik dari PLN. Makin ke sini, kata Nelwin, biaya listrik tenaga surya untuk rumah tangga ini makin berkurang jauh.
“Saya sudah memulainya sejak 2016. Jika dulu harganya masih Rp15 ribu per watt, sekarang sudah tinggal Rp7.000,” kata Nelwin.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Annisa Nurfitri
Editor: Annisa Nurfitri