Kasihan Rakyat! Puasa 2022 Ini Sangat Berat, Harga Naik Bertubi-tubi
Oleh: Achmad Nur Hidayat, Pakar Kebijakan Publik
Beberapa hari lalu tepatnya tanggal 23 Maret 2022 waktu AS, harga minyak dunia naik 5% menjadi US$121 per barel sebagai akibat gangguan pada ekspor minyak mentah Rusia dan Kazakhstan lewat pipa Caspian Pipeline Consortium (CPC). Dampak dari kenaikan ini sudah dirasakan oleh berbagai negara.
Kenaikan ini tentu akan berakibat pada kenaikan harga BBM di dalam negeri dan tentunya akan menambah beban APBN dalam pengadaan BBM. Ditambah lagi, pertikaian antara Arab Saudi dengan Yaman memperparah situasinya. Sebagaimana publik mengetahui, beberapa hari yang lalu kilang minyak ARAMCO mendapat serangan sehingga ini akan membawa ancaman ke arah kelangkaan minyak.
Baca Juga: Harga Minyak Goreng Tak Kunjung Turun, Mulyanto Tagih Janji Menperin
Sebagaimana yang diberitakan di berbagai media bahwa tingginya harga minyak dunia ini akan menyebabkan harga keekonomian Pertamax bisa tembus Rp16.000/liter pada April 2022.
Harus dimaklumi jika Pertamina menaikkan harga Pertamax disesuaikan dengan harga pasar karena Pertamax bukan jenis bahan bakar bersubsidi. Hal ini diperlukan untuk menjaga stabilitas keuangan Pertamina agar tidak merugi. Sebagaimana yang diberitakan sebelumnya bahwa utang pemerintah ke Pertamina dan PLN akhir tahun 2021 mencapai Rp109 triliun. Tentunya jika utang ini terus menumpuk, BBM bersubsidi akan hilang di pasaran seperti apa yang terjadi pada BBM jenis Premium.
Mengingat minyak bersubsidi seperti premium sudah tidak ada di pasaran sementara Pertalite dan Pertamax merupakan BBM nonsubsidi, untuk menjaga stabilitas BBM di dalam negeri, cukup harga Pertamax yang naik dan Pertalite harganya tidak berubah.
Situasi menjelang Ramadan 2022 ini, rakyat dihadapi kenaikan PPN 11 persen, naiknya harga BBM, langkanya solar dan minyak goreng, gula pasir dan daging juga naik.
Saran terbaik adalah segera atasi masalah-masalah bahan pokok tersebut bukan dengan pecitraan, tetapi dengan kebijakan konkret yang cerdas, di antaranya mobilisasi rakyat untuk hidup lebih mandiri dari hasil produksi sendiri; memenuhi kebutuhan pokok dari kebun rakyat sendiri; pasar oligariki harus diurai; penjahat penimbun harus ditangkap; dan digitalisasi pemasok bahan pokok sehingga rakyat mampu mengetahui secara realtime ketersediaan dan harga pokok dari petani.
Pemerintah juga harus sudah mempersiapkan langkah antisipasi dampak ditimbulkan dari kenaikan harga minyak ini. Langkah antisipasi di antaranya adalah dengan mempercepat konversi minyak nabati menjadi BBM menggunakan teknologi dari anak-anak bangsa, seperti mempercepat implementasi D100 (Diesel) dan B100 (Bensin) dari sawit. Jika langkah antisipasi tidak cukup baik dan siap, tentunya masyarakat akan merasakan penderitaan secara bertubi-tubi sebagai dampak kenaikan BBM dan dampak turunan yang ditimbulkannya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Puri Mei Setyaningrum