Harga Pertamax resmi naik menjadi Rp12.500 per liter pada 1 April 2022. Kenaikan tersebut tka terelakan karena pengaruh harga minyak dunia yang terus mengalami lonjakan sepanjang tahun ini.
Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) Budi Gunawan menegaskan, penyesuaian harga bahan bakar minyak (BBM) merupakan jalan satu-satunya untuk mengatasi inflasi, serta pembengkakan dari APBN untuk subsidi.
“Harga Pertamax dinaikkan karena alasan minyak dunia sebagai variable terikat minyak yang diimpor oleh Indonesia,”ujar Budi dikutip dari keterangan resminya, Senin (4/2).
Meskipun Pertamax bukanlah BBM yang disubsidi langsung oleh Pemerintah, namun secara umum, penyediaan BBM di dalam negeri masih mengandung komponen subsidi.
Karenanya, latar belakang pemerintah menaikkan harga BBM ialah pengeluaran negara untuk subsidi BBM itu sendiri sudah terlalu besar sehingga diperlukan adanya pemangkasan agar dapat diaplikasikan kepada sektor lainya yang lebih nyata seperti sektor pendidikan ataupun kesehatan.
“Dana yang disubsidikan untuk bahan bakar minyak selama ini kurang tepat sasaran,”tegas Budi.
Dia menambahkan, selama ini, subsidi BBM hanya diperoleh oleh kalangan menengah keatas yang mengkonsumsi paling besar.“Pengurangan subsidi ini bertujuan agar subsidi dapat dialokasikan untuk memberikan bantuan kepada masyarakat yang tepat sasaran,”ungkapnya.
Sebagai informasi, berdasarkan formulasi yang ditetapkan dalam KepMen ESDM No 62/2020 tentang Formula Harga Jual Eceran Jenis Bahan Bakar Minyak Umum Jenis Bensin dan Minyak Solar, kenaikan harga Pertamax yang di lakukan oleh Pertamina masih di bawah nilai keekonomian Pertamax.
Jika mengacu kepada KepMen ESDM No 62/2020, dimana seharusnya dengan menggunakan rata-rata MOPS/Argus 3 bulan terakhir berada di angka US$114 per barrel. Dengan kurs Rp14.350 maka didapatkan harga dasar sebesar Rp 13.298 per liter, kemudian ditambah PPN 10 persen dan PBBKB 5 persen maka didapatkan harga Pertamax sebesar Rp15.292.
Lebih lanjut Budi menjabarkan, Pemerintah telah memperhitungkan bahwa menaikkan harga BBM hanya jenis pertamax karena beberapa pertimbangan. Pertama, sudah dapat diperkirakan bahwa konsumen pertamax adalah warga negara yang secara status sosial ekonomi masuk dalam kategori kelas menengah dan kelas atas.
“kebijakan menaikkan harga BBM nonsubsidi sebenarnya sudah memenuhi rasa keadilan, karena secara umum dapat dikatakan bahwa yang menanggung beban kenaikan harga BBM kali ini adalah kelas menengah dan atas, serta bukan masyarakat kelas bawah,”tegas Budi.
Kedua, lanjut dia, kebijakan menaikkan harga BBM nonsubsidi kali ini sudah memperhitungkan faktor daya beli konsumen. Daya beli kelas menengah dan atas tentu lebih besar daripada daya beli masyarakat kelas bawah.
Karena itu ditegaskan, sudah sewajarnya jika beban kenaikan harga BBM kali ini diarahkan pada masyarakat kelas menengah dan atas.
“Pemerintah tetap memperhitungkan faktor daya beli masyarakat agar dicapai titik keseimbangan yang tepat,”ujar Budi.
Selain itu perlu dipahami bahwa harga BBM kali ini oleh Pemerintah masih tetap memperhitungkan kemampuan daya beli masyarakat. Sekalipun itu terhadap kelas menengah dan atas yang sebenarnya memiliki daya beli cukup kuat.
“Karena itu, sangat penting untuk menciotakan kesadaran bersama di kalangan masyarakat kelas menengah dan atas untuk lebih mengembangkan sikap solidaritas dan semangat gotong royong dengan masyarakat kelas bawah,” tuturnya.
Dia pun mengimbau, masyarakat kelas menengah dan kelas atas perlu bertenggang rasa memberikan kesempatan bagi masyarakat yang memang lebih membutuhkan.
“Khususnya pada momen ketika Pemerintah menaikkan harga BBM nonsubsidi seperti saat ini, dengan tidak beralih pada BBM jenis pertalite,”kata Budi.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Boyke P. Siregar
Tag Terkait: