Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Jubir Luhut Kena Sindir: Kelas Jubir Menko, tapi Malu-maluin Negara

Jubir Luhut Kena Sindir: Kelas Jubir Menko, tapi Malu-maluin Negara Kredit Foto: Antara/Puspa Perwitasari
Warta Ekonomi, Jakarta -

Ketua Komite I DPD RI, Fachrul Razi, menyebutkan bahwa Juru Bicara (Jubir) Luhut Binsar Pandjaitan, yakni Jordi Mahardi, memalukan negara.

Itu terkait pernyataan yang mengatakan tidak bisa membuka big data 110 juta wargenet yang menginginkan Pemilu 2024 ditunda.

 Baca Juga: Luhut Binsar: Penanganan Covid-19 di Indonesia Semakin Terkendali

"Ini kelas Jubir Menko, tapi malu-maluin negara," kata Fahrul Razi dalam keterangannya kepada Pojoksatu.id di Jakarta, Senin (4/4/2022).

"Orang ini perlu belajar dulu tentang UU KIP," kata Fahrul Razi, Senin (4/4/2022).

Karena itu, ia meminta Jubir Luhut, Jordi, belajar dan membaca dulu Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (KIP). "Orang ini perlu belajar dulu tentang UU KIP sebelum menyampaikan pernyataannya ke media," sindirnya.

Dikatakan Fachrul, dalam Pasal 11 Ayat (1) huruf f, UU Ketebukaan Informasi Publik, tegas disebutkan bahwa informasi yang disampaikan pejabat publik dalam pertemuan terbuka untuk umum harus dapat dijelaskan kepada masyarakat.

"Menko Luhut saat menyampaikan itu di forum yang terbuka untuk publik. Dan sudah viral di mana-mana," ucapnya.

Apalagi, tambahnya, sudah banyak pihak yang secara resmi meminta informasi tersebut untuk dijelaskan. Salah satunya, Indonesia Corporutian Watch (IPW) yang meminta secara resmi melalui surat kepada Menko Luhut.

"Itu artinya, ruang lingkup UU Nomor 14/2008 tentang KIP sudah berjalan dan berlaku sehingga harus ditaati," tuturnya.

Fahrul Razi juga berharap Luhut tidak memalukan negara dengan sikap politiknya. "Jangan sampai nanti Menko ini melakukan perbuatan melawan hukum karena tidak mematuhi perintah UU," tandasnya.

Sebelumnya, Jordi Mahardi menyatakan pihaknya tidak bisa membuka data tentang temuan big data. Itu 110 juta pengguna medsos membicarakan tentang penundaan pemilu dan perpanjangan masa jabatan presiden.

Hal itu disampaikan Jordi menyusul permintaan banyak pihak, termasuk ICW, agar Luhut membuka data yang dia sampaikan tersebut. Menurut Jordi, Luhut memiliki hak untuk membuka atau tidak data tersebut.

Sebab, big data tersebut katanya, data internal Luhut, dan tidak menggunakan anggaran pemerintah.

Baca Juga: Imigrasi Depak WN Turki dari Bali gegara Sembunyikan Buronan

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Puri Mei Setyaningrum

Bagikan Artikel: