Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Ray Rangkuti Minta Publik Jangan Berharap Sampai Pemimpin Berganti di 2024

Ray Rangkuti Minta Publik Jangan Berharap Sampai Pemimpin Berganti di 2024 Kredit Foto: Antara/Risky Andrianto
Warta Ekonomi, Jakarta -

Pengamat Politik, Ray Rangkuti, menyatakan agar publik jangan terlalu berharap sampai 2024. Alasannya, akan semakin banyak perubahan-perubahan dalam demokrasi yang punya kemungkinan semakin memburuk.

Meski begitu, Ray menyebut tugas kita semua untuk menjaga agar demokrasi Indonesia tidak semakin memburuk. Itu perlu dilakukan sampai bergantinya pemimpin di 2024.

Baca Juga: Sudah Dilarang oleh Jokowi, Ini Daftar Menteri yang Pernah Bicarakan Penundaan Pemilu

"Sekarang tugas kita untuk menahan jangan lebih buruk lagi dari sekarang. Tapi apakah di 2024 akan terperbaiki, itu masih sebuah pertanyaan," ungkap Ray Rangkuti dalam video yang diunggah dalam kanal YouTube Refly Harun.

Lawan bicara Ray dalam video itu, Refly Harun, mempertegas kembali pernyataan tersebut. Refly menyebut, jangan berharap pemimpin sekarang memperbaiki demokrasi yang kian hari kualitasnya semakin memburuk. Jadi publik memang diharuskan menjaga agar hal ini tidak semakin memburuk.

Atas alasan itu, Ray menolak adanya amandemen UUD 1945, terutama dalam aspek Pokok-Pokok Haluan Negara (PPHN). Sebab, ketika diamandemen, rawan masuk kepentingan-kepentingan lain yang dapat memperburuk demokrasi.

"Itulah mengapa saya sangat keras sekali menolak keinginan amandemen Undang-Undang Dasar 1945, dengan poin PPHN," katanya.

Baca Juga: Gerindra Agendakan Pertemuan Gibran-Prabowo, PDIP Langsung Merespons Begini

Lebih lanjut Ray juga menyinggung keadaan politik sekarang yang menurutnya menjadi seperti kembali sebelum era reformasi. Ia pun mencontohkan maraknya narasi presiden 3 periode belakangan ini. Baginya itu tidak tepat, karena alasan-alasan yang digunakan untuk melontarkan argumen tersebut, serupa yang digunakan Soeharto dahulu untuk berkuasa.

"Contoh presiden 3 periode. Argumennya itu kan argumen yang karena itu kita tolak dulu Soeharto berkuasa," kata Ray. "Jadi jangan berpikir demi ketertiban sosial, demi ketertiban politik, orang boleh berkuasa tiga periode. Pak Harto dulu pakai argumen itu.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Adrial Akbar

Bagikan Artikel: