Anggota Komisi IV DPR RI Johan Rosihan menilai petani di Indonesia telah diperlakukan tidak adil. Hal ini cukup memprihatinkan tidak ada kebijakan serius dari pemerintah untuk melindungi harga gabah di tingkat petani supaya lebih stabil.
“Saya sangat prihatin dengan kondisi petani kita saat ini dimana kesejahteraannya terus menurun ditengah lonjakan harga barang kebutuhan pokok dan semua harga komoditas melonjak namun saat panen harga gabah terus turun dan kasus harga gabah di bawah harga pembelian pemerintah (HPP) terus bertambah sehingga dampaknya sangat merugikan petani," kata Johan dalam rilis medianya yang diterima WartaEkonomi, Jumat (8/4/2022).
Baca Juga: Guna Jaga Ketahanan Pangan, Kadin Dorong Kolaborasi Pengusaha dan Petani Daerah
Johan mengatakan pada saat indeks harga pangan global mencapai level tertinggi sepanjang sejarah seperti kondisi saat ini, para petani di tanah air malah mengalami situasi sebaliknya.
"Ini tidak adil bagi petani kita, kita semua harus peduli pada nasib petani terutama pemerintah tidak boleh santai saja dengan kondisi petani yang sangat memprihatinkan saat ini,” tegasnya.
Politisi fraksi PKS itu mengungkapkan berdasarkan data BPS, harga rata-rata gabah kering panen (GKP) di tingkat petani terus turun dari Rp4.773 per kilogram per Desember 2021 menjadi Rp4.569 per kg pada Maret 2022.
Begitu juga dengan semakin meningkatnya kasus harga gabah di bawah HPP sehingga terkesan kebijakan ini tidak punya arti untuk membela petani.
Baca Juga: Waduh! Harga TBS Sawit Petani di Riau Naik Lagi Nih, Kenapa Nih?
Johan menjelaskan anjloknya harga gabah di tingkat petani juga disebabkan oleh hasil produksi yang tidak terserap baik oleh pasar dan pemerintah tidak punya kebijakan untuk menyerap hasil panen petani agar harga stabil.
“Saya menilai kebijakan pemerintah tidak berpihak pada petani, sebab pemerintah lebih khawatir terhadap kenaikan harga beras di tingkat konsumen daripada turunnya harga gabah di tingkat petani, ini yang harus dikoreksi agar pemerintah punya keberpihakan terhadap para petani” ucapnya.
Johan turut mengkritik pola kebijakan melalui penerapan HPP yang dinilainya sering tidak efektif, begitu juga dengan operasi pembelian gabah dimana pembeliannya hanya disesuaikan dengan kebutuhan.
Baca Juga: Lakukan Panen Padi Ratun R5, Luhut: Lanjutkan Inovasi Teknologi untuk Ketahanan Pangan Indonesia
“Hal ini berdampak pada stabilitas harga gabah, apalagi dipengaruhi oleh sifat harga gabah yang musiman atau jangka pendek," pungkasnya.
Johan mengatakan pihaknya mendorong agar instrumen kebijakan harga gabah lebih berpihak pada kepentingan petani dan harus ada paket kebijakan yang lengkap untuk meredam turunnya harga gabah supaya harganya lebih stabil terutama Ketika masa panen.
“Kebijakan pemerintah tidak efektif di setiap wilayah sepanjang tahun sehingga perlu evaluasi total supaya insiden anjloknya harga gabah di bawah HPP tidak terjadi lagi,” ujarnya.
Hal ini karena prevalensi kasus transaksi jual beli gabah di bawah HPP umumnya tinggi di wilayah sentra produksi gabah, maka diperlukan sistem monitoring yang ketat agar bisa ditindak tegas setiap transaksi yang merugikan kepentingan petani.
Baca Juga: Pastikan Stok Beras Aman, Ombudsman Gandeng Kementan Monitoring Panen Padi di Indramayu
“Saya berharap peningkatan produksi padi dapat berdampak pada kesejahteraan petani, untuk itu pemerintah harus lebih serius agar harga gabah bisa lebih stabil pada kondisi sulilt saat ini,” tutupnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Ratih Widihastuti Ayu
Editor: Aldi Ginastiar
Tag Terkait: