Disparitas harga yang besar antara harga solar bersubsidi Rp5.150 per liter dan nonsubsidi seperti dexlite yang berkisar Rp12.950-Rp13.550 membuat tingginya potensi penyelewengan. Penindakan tegas terhadap pihak yang menyalahgunakan penggunaan BBM bersubsidi adalah langkah prioritas.
“Semua elemen masyarakat harus ikut mencegah agar tidak terjadi penyalahgunaan BBM bersubsidi, tidak hanya sekadar imbauan,” kata Djoko Siswanto, Sekretaris Jenderal Dewan Energi Nasional, saat diskusi dengan media secara virtual, Selasa (12/4).
Menurut Djoko potensi jebolnya kuota BBM bersubsidi, terutama solar, harus diantisipasi melalui peningkatan pengawasan, termasuk sanksi terhadap penyalahgunaan solar. Apalagi ketentuan mereka yang berhak membeli BBM bersubsidi sudah jelas.
“Namun karena ada selisih harga yang besar (BBM bersubsisi dan nonsubsidi), membuat penyalahgunaan kerap terjadi oleh pihak terentu untuk mendapat keuntungan,” katanya.
Untuk mengurangi penyalahgunaan penggunaan BBM bersubsidi, lanjut Djoko, Pertamina sebenarnya sudah memasang sistem digitalisasi SPBU yang seharusnya bisa dimanfaatkan. Di situ bisa ketahuan truk atau mobil apapun jika dimodifikasi kelihatan sekali mengisi di SPBU.
“Kalau ada truk isi 700 liter, itu harusnya ketahuan,” ujar mantan Direktur Jenderal Minyak dan Gas Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral itu.
Djoko menyebutkan, Kementerian ESDM sebelumnya juga pernah menginisiasi penerapan sistem monitoring pengendalian bahan bakar minyak dengan memanfaatkan teknologi Radio Frequency Identification (RFID) untuk mengawasi penggunaan solar bersubsidi. Sayangnya, setelah dipasang hampir di 250 ribu kendaraan, program tersebut dihentikan.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Ferry Hidayat
Tag Terkait: