Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Tahun 2024 Jadi Pemilu Terbesar, Komisioner KPU Terpilih Diharap Bisa Tangani Masalah-masalah

Tahun 2024 Jadi Pemilu Terbesar, Komisioner KPU Terpilih Diharap Bisa Tangani Masalah-masalah Pekerja menyusun kotak suara untuk Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Kota Bandar Lampung yang sudah dirakit di Gudang KPU Bandar Lampung, Lampung, Senin (30/11/2020). Sebanyak 1.700 kotak suara Pilkada Kota Bandar Lampung dipercepat pengerjaannya untuk pelaksanaan Pilkada Kota Bandar Lampung pada tangal 9 Desember 2020 mendatang yang diikuti tiga pasang Calon Wali kota dan Wakil Wali kota. | Kredit Foto: Antara/Ardiansyah
Warta Ekonomi, Jakarta -

Pemerintah telah melantik Komisioner KPU, para komisioner baru yang terpilih merupakan orang-orang terbaik hasil dari proses seleksi yang ketat mulai dari admnisitrasi hingga  fit and proper test. Karena itulah publik sangat mengharapkan terjadinya banyak perbaikan-perbaikan yang harus dilakukan oleh kepengurusan KPU masa jabatan 2022-2027 ini ke depannya.

Direktur Eksekutif Voxpol Center Research and Consulting sekaligus analis politik Pangi Syarwi Chaniago mengatakan bahwa tahun 2024 adalah pemilu terbesar dan terberat bebannya dalam sejarah Indonesia karena ada pemilihan legislatif, presiden dan kepala daerah. Namun berpotensi juga menjadikan Indonesia sebagai negara yang maju dalam demokrasi.

Baca Juga: Sudah Depan Mata, Simak Nih Penjelasan KPU Soal Syarat Pendaftaran Peserta Pemilu

"Kita menunggu bagaimana komisioner yang baru dilantik ini menyelenggarakan pemilu nanti, baik dari sisi kapabilitas maupun mitigasi masalah, terutama masalah-masalah klasik agar tidak terulang lagi,” katanya, saat dihubungi di Jakarta.

Baca Juga: KPU "Kerja Keras" untuk Persiapan Pemilu 2024

Pangi menyontohkan keterlambatan surat suara di Papua yang selalu terjadi setiap pemilu seperti lagu lama yang terus berulang. Para komisioner yang sudah pernah menjabat sebelumnya tentu harus lebih piawai lagi dalam mengatasi masalah seperti ini karena telah mempelajari kelemahan masa lalu.

“Mereka yang pernah menjadi komisioner di daerah, itu juga merupakan modal yang baik. Sedangkan bagi mereka yang belum pernah menjad aktifis pemilihan umum, atau bekerja di LSM yang khusus pemilu, mereka harus belajar karena mau tidak mau mereka harus beradaptasi dengan cepat,”imbuhnya.

Menurutnya, 14 Februari 2024 bukanlah waktu yang lama dan pendek. Para komisioner ini butuh konsentrasi untuk penyediaan anggaran dan logistik. 

“Seperti Daftar Pemilih Tetap (DPT) yang sejak dulu tidak selesai. Apakah mereka mampu mengatasi masalah ini? Kita tidak butuh komisioner yang pintar atau cerdas, namun yang kita butuhkan adalah kemampuan dalam mengantisipasi masalah yang akan muncul ke depan. Bagaimana solusi untuk mengurai persoalan fundamental dari level hulu ke level hilir terkait sistem pemilu, pelaksaan pemilu serta teknis pemilu,” jelasnya. 

Baca Juga: Kelemahan KPU & Bawaslu Dikhawatirkan Jadi 'Senjata' Penundaan Pemilu 2024

Faktor integritas merupakan hal penting lainnya yang harus dimiliki oleh komisioner KPU. Pangi membeberkan sejumlah contoh kasus seperti pertemuan informal dengan orang-orang tertentu yang harusnya tidak perlu terjadi.

“Sebab mereka sudah menjadi pejabat publik. Peristiwa yang terjadi di masa lalu harusnya tidak boleh terulang lagi. Maka integritas adalah faktor penting apakah para komisioner ini bisa dibeli atau tidak. Kalau mereka sudah selesai dengan urusan pribadinya, otomatis mereka tidak bisa dibeli, maka otomatis tidak ada potensi manipulasi data dan manipulasi surat suara. Kuncinya adalah kemampuan menahan diri,” tegasnya.

Pangi pun memberikan saran kepada komisioner terpilih untuk ke depannya mampu mengatasi segala bentuk kecurangan dalam pelaksanaan pemilu.  Selain itu juga mereka harus mampu belajar cepat untuk melihat kelemahan-kelemahan masa lalu agar tidak masuk pada lubang yang sama.

“Dan saran ketiga adalah digitalisasi, apakah kita senang manual atau mulai belajar dengan negara-negara yang sudah menerapkan e-voting. Teknologi informasi itu adalah jantungnya KPU. Berhasil tidaknya KPU ke depan, dibobol atau tidaknya, tergantung kemampuan di bidang TI. Kalau pun tetap ingin manual, teknologinya jangan manual juga. Harus lebih canggih untuk mengantisipasi potensi jual beli suara, penggelembungan suara dan suara siluman. Timnya harus benar-benar yang punya jam terbang yang berkelas,” tutupnya.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Annisa Nurfitri
Editor: Annisa Nurfitri

Bagikan Artikel: