Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Momentum Kenaikan PPN Jadi 11% Sudah Tepat, Ini Kata Anak Buah Sri Mulyani

Momentum Kenaikan PPN Jadi 11% Sudah Tepat, Ini Kata Anak Buah Sri Mulyani Kredit Foto: Instagram/Yustinus Prastowo
Warta Ekonomi, Jakarta -

Sebagai bentuk pembenahan berkelanjutan dari sisi administrasi dan kebijakan, pemerintah menyusun Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) yang menjadi bagian penting dari reformasi perpajakan untuk membangun fondasi perpajakan yang adil, sehat, efektif, dan akuntabel, dalam jangka menengah dan panjang. Salah satu amanat dalam UU HPP tersebut adalah penyesuaian tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dari 10 persen menjadi 11 persen yang berlaku sejak 1 April 2022.

Staf Khusus Menteri Keuangan Bidang Komunikasi Strategis Yustinus Prastowo menjelaskan, pengaturan terkait PPN merupakan bagian tak terpisahkan dari konsolidasi fiskal dan reformasi perpajakan untuk mendukung penerimaan perpajakan yang optimal dan berkesinambungan. Selain itu, penyesuaian tarif PPN ini merupakan cerminan dari prinsip gotong royong, yaitu yang mampu membayar lebih besar dan yang tidak mampu dibantu. Masyarakat berpenghasilan rendah dan pelaku UMKM pun terus mendapat dukungan.

Baca Juga: Penyederhanaan PPN Kendaraan Bermotor Bekas, Simak!

"Selama ini seluruh lapisan ekonomi masyarakat harus menanggung beban PPN yang sama, semestinya yang mengonsumsi barang atau jasa lebih banyak atau lebih eksklusif harus diatur secara terpisah agar tercipta keadilan dalam pemungutan pajak," ujar Yustinus dalam siaran resmi Kementerian Keuangan, pada Sabtu (16/04/2022).

Dalam melaksanakan UU HPP, Pemerintah sepenuhnya mempertahankan fasilitas PPN yang saat ini berlaku (existing). Barang/jasa yang semula non-barang kena pajak/non-jasa kena pajak dan menjadi barang kena pajak/jasa kena pajak menurut UU HPP, diberikan fasilitas pembebasan PPN. Meski merupakan barang dan jasa kena pajak, masyarakat berpenghasilan kecil dan menengah tetap tidak akan membayar PPN atas konsumsi barang dan jasa tersebut sebagaimana yang berlaku saat ini.

Momentum penyesuaian tarif PPN ini juga sudah tepat karena selama menghadapi pandemi Covid-19, APBN telah menjadi instrumen utama untuk melindungi masyarakat dan memulihkan ekonomi. Defisit anggaran disesuaikan hingga batas tiga persen PDB. APBN selalu menjadi bantalan sehingga ekonomi nasional tidak terperosok lebih dalam.

"Jika ditunda, program-program perlindungan sosial akan turut terimbas. Potensi penerimaan negara juga akan makin rendah, sementara belanja perlindungan sosial masih menjadi kebutuhan utama di tengah pandemi," pungkas Yustinus.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Martyasari Rizky
Editor: Puri Mei Setyaningrum

Bagikan Artikel: