Khawatirkan Dampak Berlanjut, G20 Minta Rusia Setop Perang di Ukraina
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyatakan, para anggota G20 dalam Pertemuan Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Sentral (FMCBG) G20 ke-2 di Amerika Serikat (AS), menyeru agar perang antara Rusia dan Ukraina segera dihentikan. Sebab, dampak perang akan semakin luas jika terus berlanjut.
Forum tersebut turut dihadiri perwakilan Rusia dan membuat pejabat dari negara-negara Barat melakukan aksi walk-out. Kendati demikian, Indonesia sebagai Presidensi G-20 tetap bisa melaksanakan forum tersebut.
Baca Juga: Menkeu: Indonesia Dapat Dukungan Penuh dari Negara Anggota G20
Sri Mulyani menuturkan, forum FMCBG yang diselenggarakan di Washington DC, AS pada Rabu (20/4), berlangsung dalam situasi yang menantang. Hal itu terjadi mengingat adanya perang antara Rusia dan Ukraina yang masih berlanjut dan dampaknya dirasakan oleh negara-negara di luar Eropa.
“Banyak anggota mengutuk perang sebagai tidak beralasan, tidak dapat dibenarkan dan pelanggaran hukum internasional,” katanya dalam konferensi pers FMCBG G20 ke-2, Kamis (21/4).
Anggota G-20 menyatakan keprihatinan yang mendalam tentang krisis kemanusiaan, ekonomi dan keuangan, sebagai dampak dari perang. Oleh karena itu, kata Sri, mereka menyerukan agar perang harus berakhir dengan segera.
Sri menceritakan, anggota G-20 menilai perang telah membuat pertumbuhan serta pemulihan jauh lebih kompleks sekaligus melemahkan kesiapsiagaan dan respons global dalam menangani pandemi, termasuk terhadap sektor kesehatan.
Terlebih lagi, negara-negara berpenghasilan rendah dan rentan akan sangat terpengaruh karena mereka sudah menghadapi berbagai tantangan lain seperti ruang fiskal yang terbatas dan utang yang tinggi.
Oleh sebab itu, anggota menggarisbawahi peran penting G-20 sebagai forum utama kerja sama ekonomi internasional untuk menghadapi tantangan ekonomi global yang beragam dan kompleks saat ini.
Anggota mendukung adaptasi agenda yang ada dalam rangka mendorong G-20 mengatasi dampak ekonomi dari perang sembari mempertahankan komitmen untuk mengatasi tantangan global yang sudah ada sebelumnya.
“Dan memimpin dunia kembali ke pertumbuhan yang kuat, berkelanjutan, inklusif dan seimbang,” kata Sri.
Menkeu menambahkan, forum FMCBG G-20 ke-2 juga berharap Presidensi G20 Indonesia melahirkan solusi atas konflik antara Rusia dan Ukraina.
“Anggota meminta agar situasi geopolitik saat ini terutama terkait perang di Ukraina harus ditangani,” katanya.
Hal tersebut lantaran perkembangan lingkungan global sebenarnya memburuk dan berubah sangat cepat akibat pandemi yang belum berakhir, ditambah dengan adanya perang antara Rusia dan Ukraina.
Sri Mulyani menegaskan, Indonesia yang sedang menjabat sebagai Presidensi G-20 dalam situasi yang sangat dinamis ini akan terus berkomunikasi dan berkonsultasi secara intensif dengan seluruh anggota G-20.
“Karena tata kelola G-20 sebenarnya didasarkan pada konsultasi sekaligus kerja sama,” tegasnya.
Exit strategy, ujar Menkeu, dibutuhkan karena berbagai negara sedang mengalami ancaman inflasi yang tinggi serta kenaikan harga energi dan pangan yang akan semakin menciptakan situasi menantang bagi para pembuat kebijakan.
Menurutnya, anggota G-20 khawatir adanya tekanan inflasi yang mengarah kepada beberapa bank sentral menaikkan suku bunga kebijakan yang mengakibatkan pengetatan likuiditas global lebih cepat dari yang diharapkan.
Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo yang mengikuti forum FMCBG menegaskan, peran G-20 semakin penting dengan membawa kebijakan ke dalam ranah dunia. Setiap negara tidak lagi hanya berfokus pada dampak kebijakan secara domestik di negaranya, namun lebih luas terhadap proses pemulihan di negara lainnya.
"Dengan demikian, proses normalisasi kebijakan yang dilakukan secara well callibrated, well planned, dan well commmunicated oleh bank sentral menjadi semakin terfasilitasi terutama di kondisi saat ini," kata Perry.
Anggota G-20 juga menyatakan, konflik geopolitik telah membuat pertumbuhan dan pemulihan global jauh lebih kompleks. Hal ini berpotensi melemahkan upaya dalam mengatasi tantangan ekonomi global yang sudah ada sebelumnya.
Ancaman masih ada termasuk dari sisi kesehatan, kesiapsiagaan dan respons pandemi, utang yang tinggi di negara-negara rentan, serta mitigasi dan adaptasi perubahan iklim. Perang juga mengakibatkan krisis kemanusiaan dan meningkatkan harga komoditas seperti energi dan pangan.
Pada agenda kesehatan global, disepakati bahwa tindakan kolektif dan terkoordinasi untuk mengendalikan pandemi tetap menjadi prioritas. Anggota G-20 mencatat peningkatan angka Covid-19 di beberapa wilayah telah menghambat pertumbuhan, mendisrupsi rantai pasok, meningkatkan inflasi, serta memperlambat pemulihan global.
Aksi walk out
Dalam forum kemarin, para pejabat tinggi keuangan dari Inggris, Amerika Serikat, dan Kanada keluar dari pertemuan G-20 ketika Menteri Keuangan Rusia Anton Siluanov berbicara.
Pejabat Ukraina yang hadir juga keluar dari pertemuan pejabat tinggi keuangan dari 20 ekonomi terbesar dunia.
"Sebelumnya perwakilan saya, bersama dengan rekan-rekan AS dan Kanada meninggalkan pertemuan G-20 di Washington saat delegasi Rusia berbicara," kata Menteri Keuangan Inggris Rishi Sunak melalui akun Twitter.
"Kami bersatu dalam kecaman kami atas perang Rusia melawan Ukraina dan akan mendorong koordinasi internasional yang lebih kuat untuk menghukum Rusia."
Wakil Menteri Keuangan Rusia Timur Maksimov menghadiri pertemuan tersebut secara langsung, sementara Menteri Keuangan Rusia Anton Siluanov dan gubernur bank sentral Rusia bergabung secara virtual.
Menteri Keuangan Jerman Christian Lindner mengatakan, Rusia harus disalahkan atas perlambatan pertumbuhan global, inflasi yang tinggi dan masalah rantai pasokan. "Rusia harus diisolasi," katanya kepada wartawan.
Sementara, Menteri Keuangan AS Janet Yellen berdasarkan sumber Reuters mengatakan kepada para peserta bahwa dia sangat tidak setuju dengan kehadiran ejabat senior Rusia dalam pertemuan itu.
Salah satu sumber menambahkan bahwa Yellen mengatakan kepada para peserta bahwa tidak ada business as usual bagi Rusia dalam ekonomi global, lalu menggemakan pesannya kepada Menteri Keuangan Indonesia Sri Mulyani Indrawati.
Yellen lantas bergabung keluar dari pertemuan, antara lain, bersama gubernur bank Inggris Andrew Bailey dan Menteri Keuangan Kanada Chrystia Freeland.
Aksi walkout memang sudah direncanakan negara-negara Barat terkait hadirnya delegasi Rusia. Duta Besar RI sekaligus Stafsus Program Prioritas Kemenlu dan Co-Sherpa G-20 Indonesia Dian Triansyah Djani mengatakan, aksi walkout sangat wajar dalam berbagai pertemuan multilateral. Aksi seperti ini tidak hanya terjadi pada G-20 saja.
"Walkout merupakan refleksi pandangan atau sikap negara-negara tertentu dan ini dilakukan di banyak pertemuan multilateral seperti di PBB, Dewan HAM maupun pertemuan-pertemuan multilateral lainnya," ujarnya, kemarin.
Meski ada aksi walkout, kata dia, agenda-agenda maupun pembahasan substansial tetap berjalan. Semua negara anggota juga berkontribusi pada pembahasan tersebut.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Muhammad Syahrianto