Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Pencapaian Masih Rendah, Satgas BLBI Baru Sita Aset Rp19,16 Triliun dari Rp110,45 Triliun

Pencapaian Masih Rendah, Satgas BLBI Baru Sita Aset Rp19,16 Triliun dari Rp110,45 Triliun Kredit Foto: Martyasari Rizky

Hardjuno mengatakan kerjasama antarlembaga dalam memburu asset para obligor pengemplang BLBI sangat penting. Sebab, fasilitas BLBI memiliki sifat kejahatan yang sangat jahat dan menjadi mega skandal nomor 1 negeri ini.

“Hanya saat inilah momentum untuk menyelesaikannya dan memotongnya dari masa depan negara ini,” tuturnya.

Kegagagalan Satgas BLBI akan membuat warisan masalah masa lalu ini terus menejerat jalannya bernegara. “Kenapa? Karena uang hasil kejahatan BLBI yang sangat besar itu diduga membuat para pengemplang itu bisa leluasa menggunakannya untuk mainan politik, bandarin calon elit negara, sehingga negara ini seperti disandera oleh masa lalu terus,” jelas Hardjuno. 

Satgas BLBI semestinya juga memberi perhatian pada masalah Obligasi Rekap BLBI yang saat ini terus membebani APBN dengan pembayaran bunga rekap setahun mencapai hingga Rp 50-70 triliun. 

Baca Juga: Kembali Sita Aset Obligor BLBI, Satgas Bidik Agus Anwar

Bunga obligasi rekap ini selalu akan menjadi perkiraan karena selama ini pemerintah tidak terbuka berapa sebenarnya yang dibayarkan negara kepada bank-bank penerima obligasi rekap tersebut.

“Sekarang yang jelas bank-bank ini sudah untung, bahkan ada yang sudah jadi bank nomor 1 di Indonesia bahkan Asia. Dulu waktu rekap diberikan bertujuan bank tidak kolaps, sekarang kan sudah jaya, ya mustinya ada moratorium obligasi rekap,” papar Hardjuno.

Untuk diketahui, mega skandal BLBI ini terdiri dari bantuan langsung yang kemudian dibayar dengan aset para pemilik bank tersebut kepada Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) tapi kemudian aset tersebut banyak yang bodong alias nilainya tak mencukupi untuk membayar hutang mereka. Masalah kedua adalah penerbitan obligasi rekap (OR) oleh negara untuk mengakali perhitungan akuntansi agar modal bank di atas kertas cukup sesuai ketentuan. 

“Karena saat itu negara habis cash, jadi dikasih OR saja, kertas. Seolah-olah pemerintah berhutang. Tapi kok terus-terusan sampai sekarang tidak diperjelas. Bahkan OR ini ada yang sudah dijual juga, ini sampai kapan rakyat menanggung? Padahal bank sudah jalan lagi tak perlu bantuan pemerintah lagi,” terang Hardjuno.

Baca Juga: Satgas BLBI Sita Dua Aset Anak Kaharudin Ongko

Selain itu Hardjuno juga mengkritisi Kemenkeu yang mengumumkan nilai aset sitaan para obligor BLBI sebesar Rp19,16 triliun.

Padahal negara punya pengalaman BPPN diduga menyita aset yang nilainya ternyata tidak sesuai dengan yang dideclare.

“Nah sebaiknya Kemenkeu perjelas atau bikin web tanahnya di sini-di sini, nilai NJOP sekian nilai pasar sekian. Jadi kita bisa sama-sama lihat,” pungkas Hardjuno.

Pada Jumat (22/4) lalu dalam acara Bincang DJKN, Direktur Pengelolaan Kekayaan Negara DJKN Kementerian Keuangan Purnama T Sianturi menyampaikan bahwa Kementerian Keuangan mencatat total aset obligor dan debitur BLBI yang telah disita Satgas BLBI mencapai Rp19,16 triliun per 31 Maret 2022.

Baca Juga: Imigrasi Depak WN Turki dari Bali gegara Sembunyikan Buronan

Halaman:

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Annisa Nurfitri
Editor: Annisa Nurfitri

Bagikan Artikel: