Geram Soal Kasus Penculikan 12 Anak di Bogor-Jakarta, KemenPPPA Minta Hukum Tegas Pelaku!
Merespon kasus penculikan terhadap 12 anak laki-laki di Bogor dan Jakarta Selatan, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) menegaskan kasus ini harus diusut tuntas dan pelaku dihukum berat sesuai dengan UU yang berlaku. Tidak hanya penculikan, pelaku juga diduga melakukan pencabulan terhadap tiga anak yang diculik.
“KemenPPPA memberi perhatian terhadap kasus ini karena terjadi penculikan anak disertai tindak kekerasan seksual. Kasus ini merenggut rasa aman anak bermain di ruang publik, karena itu saya harapkan hukum yang tegas terhadap pelaku, terlebih pelakunya adalah residivis. Anak harus bisa mendapatkan rasa aman ketika berada di lingkungan masyarakat, sekolah, ruang bermain, di manapun di seluruh ruang publik,” tegas Deputi Bidang Perlindungan Khusus Anak KemenPPPA, Nahar dari keterangannya, Sabtu (14/5/2022).
Baca Juga: Tanggap Stunting, Menteri PPPA Kunjungi Desa Stunting di Desa Pusu Timor Tengah Selatan
Nahar mengapresiasi koordinasi antara Polres Bogor dan Polres Jakarta Selatan yang dengan cepat menangkap pelaku sehingga tidak bisa lagi melakukan tindakan kejahatannya.
Sebagaimana diketahui, terjadi penculikan terhadap 12 anak di berbagai tempat di Jakarta Selatan dan Bogor, Jawa Barat.
Berdasarkan informasi dari polisi pelakunya adalah satu orang, berinisial ARA. Pelaku melakukan penculikan dengan modus mengaku sebagai polisi untuk membawa anak-anak yang sedang bermain dan berolahraga di luar rumah dengan dalih tidak memakai masker. Korban anak kemudian dibawa berputar-putar beberapa hari ke berbagai tempat dengan motor dan ponselnya pun diambil.
“Patut diketahui, sesungguhnya dengan dalih apapun, anak tidak bisa dibawa oleh orang yang mengaku sebagai aparat keamanan tanpa persetujuan orang tuanya,” kata Nahar.
Baca Juga: Ngaku Miris Soal Kunjungan Kerja Jokowi ke AS, Roy Suryo: Hasilnya? Ambyar!
Nahar mengatakan anak melakukan aktivitas di ruang publik untuk mendukung tumbuh kembangnya seperti olah raga dan bermain harus didukung, namun ruang beraktivitas itu perlu aman dan terlindungi dari segala tindak kekerasan dan hal-hal lain yang membahayakan anak.
Nahar berharap orang tua, pengelola ruang bermain anak, pengelola lingkungan perumahan dapat memberikan pendampingan dan pengawasan terhadap anak yang melakukan aktivitas di luar rumah baik saat bermain, rekreasi atau olah raga. Anak juga diminta agar tidak bermain sendirian di tempat sepi apalagi tanpa pengawasan orang tua. Selain itu, anak perlu mendapat bekal informasi agar tidak mudah terpengaruh oleh bujuk rayu orang yang tidak dikenal sekalipun mengaku sebagai aparat keamanan.
KemenPPPA melalui Deputi Perlindungan Khusus Anak telah menurunkan tim untuk mendalami informasi terkait kasus tersebut dan memastikan korban mendapat perlindungan. Tim juga langsung melakukan pengecekan kasus tersebut menyatakan, pelaku penculikan seorang residivis tetapi bukan ex-narapidana terorisme.
Baca Juga: Tegas! KemenPPPA Minta Ayah Pemerkosa Anak Kandung di Bengkulu Utara Segera Ditangkap
“Penculik sempat mengaku-ngaku kepada polisi sebagai ex-narapidana terorisme. Tapi setelah dilakukan pengecekan oleh Densus 88 dan BNPT, pengakuan itu tidak terbukti. Tidak benar pelaku ex-narapidana terorisme. Yang benar, pelaku pernah menjadi terpidana pencurian HP dan pelaku pembakaran rumah almarhum Ustad Jefri Al Buchori,” kata Nahar.
Nahar mengemukakan tim turun untuk melakukan pemantauan terhadap korban anak dan memastikan mereka mendapatkan perlindungan. Ia menjelaskan tim psikologi Polri dan Kementerian Sosial telah melakukan pendampingan terhadap korban. Kondisi korban diketahui cukup stabil namun akan tetap dilakukan pendampingan untuk menjaga kondisi mentalnya.
Baca Juga: Sindir Abdul Somad Dideportasi dari Singapura, Eko Kuntadhi: Mau Bilang Khilafah Adalah Solusi...
Nahar menegaskan harus ada hukum berat terhadap pelaku atas tindakan kejahatannya. Pelaku dapat diancam sangkaan kumulatif keduanya yaitu Perbuatan Cabul Anak dan Penculikan Anak, sebagaimana Pasal 76E dan Pasal 76F UU 35/2014 jo Pasal 82 UU 17/2016, dan Pasal 83 UU 35/2014 tentang Perlindungan Anak jo Pasal 65 KUHP, ditambah sepertiga, dengan ancaman hukuman maksimal 20 tahun, denda paling banyak Rp. 5 milyar, korban berhak mengajukan ganti kerugian dalam bentuk restitusi kepada pelaku, dan dapat dikenai pemasangan alat Pendeteksi elektronik karena korbannya lebih dari satu anak, Pengumuman Identitas Terdakwa dan Rehabilitasi.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Rena Laila Wuri
Editor: Aldi Ginastiar