Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Menkeu Nilai Asumsi Inflasi Tahun 2023 Realistis, pada Kisaran 2,0% hingga 4,0%

Menkeu Nilai Asumsi Inflasi Tahun 2023 Realistis, pada Kisaran 2,0% hingga 4,0% Sri Mulyani | Kredit Foto: Boyke P. Siregar
Warta Ekonomi, Jakarta -

Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati menilai asumsi inflasi 2023 yang berada pada kisaran 2,0 hingga 4,0 persen masih cukup realistis.

Kondisi ini sejalan dengan berbagai lembaga internasional yang memperkirakan inflasi Indonesia tahun 2022 masih berada di bawah 4,0 persen, dengan Consensus Forecast per Mei 2022 pada kisaran 3,6 persen.

Baca Juga: Sri Mulyani Ungkap Proyeksi Inflasi Tahun 2023, Ada di Rentang 2% Hingga 4%

"Kami berpandangan bahwa asumsi inflasi 2023 yang berada pada kisaran 2 sampai 4 persen masih cukup realistis. Meski kita memahami dinamika yang sering muncul secara sangat tiba-tiba," terang Sri Mulyani saat menyampaikan Tanggapan Pemerintah atas Pandangan Fraksi-fraksi DPR RI terhadap Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal (KEM PPKF) 2023, dalam Sidang Paripurna DPR RI, Selasa (31/5/2022).

Ia menjelaskan dinamika ekonomi global saat ini diwarnai oleh tingginya tekanan inflasi akibat melonjaknya harga komoditas, terutama setelah pecahnya konflik Rusia-Ukraina. Di Amerika Serikat dan Eropa, laju inflasi sudah mencatatkan rekor tertinggi dalam empat dekade terakhir, sementara inflasi di Argentina dan Turki masing-masing mencapai 58 persen dan 70 persen pada April 2022.

"Sejalan dengan meningkatnya harga komoditas global, tekanan inflasi domestik juga mulai terlihat meningkat pada April 2022 yang tercatat 3,5 persen, relatif lebih tinggi dari inflasi sebelumnya. Namun dibandingkan berbagai inflasi di negara maju maupun emerging, (inflasi Indonesia) ini adalah inflasi yang cukup rendah," ujarnya.

Baca Juga: Demi Sehatkan APBN, Sri Mulyani: Sepakat Lakukan Konsolidasi Fiskal

Selain kenaikan harga komoditas global, faktor musiman terkait Ramadan dan Hari Raya, serta mulai pulihnya permintaan domestik, juga turut berkontribusi pada naiknya inflasi bulan lalu. Mulai pulihnya permintaan domestik tercermin pada pergerakan inflasi inti yang berada dalam tren yang meningkat.

Ia menyebut bahwa sejatinya inflasi domestik berpotensi meningkat jauh lebih tinggi jika kenaikan harga komoditas global sepenuhnya di pass-through ke harga-harga domestik. Namun, Menkeu menegaskan bahwa potensi transmisi tingginya harga komoditas global tersebut dapat diredam dengan jalan mempertahankan harga jual BBM, LPG dan listrik di dalam negeri untuk tidak naik, dengan konsekuensi peningkatan pada biaya subsidi dan kompensasi.

"APBN berperan penting sebagai shock absorber sehingga daya beli masyarakat serta keberlanjutan pemulihan ekonomi tetap dapat dijaga. Berbagai kebijakan untuk melindungi masyarakat, seperti melalui skema subsidi dan bantuan sosial, terus dilaksanakan sebagai bagian dalam mengendalikan inflasi," terang Menkeu.

Kebijakan pengendalian inflasi lainnya juga ditempuh bersama dengan Bank Indonesia melalui koordinasi yang kuat dalam forum Tim Pengendalian Inflasi Nasional (TPIN), baik di tingkat pusat maupun daerah.

Baca Juga: Menkeu Beri Peringatan, Indonesia Masih Perlu Waspadai Risiko Global yang Sedang Terjadi

"Upaya-upaya pengendalian inflasi tersebut telah berhasil menjaga inflasi Indonesia pada level yang relatif rendah dibandingkan berbagai berbagai negara," ujarnya.

Terkait asumsi harga minyak Indonesia atau Indonesia Crude Price (ICP), Pemerintah sependapat bahwa faktor ketidakpastian masih tinggi, khususnya terkait penyelesaian konflik geopolitik serta prospek kinerja ekonomi global, terutama di AS dan Tiongkok, yang akan berdampak pada keseimbangan supply dan demand minyak di tahun 2023.

Baca Juga: Kemenkeu: Indonesia Tunjukkan Progres Nyata dalam Penanganan Risiko Bencana

Prospek penyelesaian konflik geopolitik dapat mengubah peta perdagangan komoditas energi dunia secara signifikan. Demikian juga dengan prospek kinerja ekonomi global, khususnya AS, Eropa, dan Tiongkok.

"Sesuai komitmen Pemerintah dengan tetap menjaga kesehatan fiskal, peran APBN akan dioptimalkan sebagai shock absorber jika terjadi guncangan. Oleh karena itu, APBN perlu dirancang secara hati-hati dan fleksibel. Pemerintah terus memonitor perkembangan pasar minyak mentah global sehingga proyeksi asumsi ICP dapat dikalkulasi secara kredibel," tutur Menkeu.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Martyasari Rizky
Editor: Ayu Almas

Bagikan Artikel: