Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian menilai masih terdapat perbedaan pandangan dari berbagai pemangku kepentingan terkait urgensi penerbitan pelabelan “berpotensi mengandung BPA” pada air minum dalam kemasan (AMDK) galon guna ulang berbahan polikarbonat (PC).
Karenanya, Kemenko Perekonomian meminta agar penerbitan revisi Peraturan BPOM nomor 31 tahun 2018 tentang Label Pangan Olahan perlu dikaji ulang dan dibahas lebih mendalam dengan semua pihak.
Hal itu disampaikan Evita Mantovani, Asdep Penguatan Pasar Dalam Negeri Kemenko Bidang Perekonomian, dalam sebuah diskusi media bertema “Kebijakan Sektoral dan Diskriminatif, Ancaman bagi Persaingan Usaha yang Fair” yang diselenggarakan Forum Jurnalis Online secara online baru-baru ini.
Menurutnya, langkah itu perlu dilakukan setelah mendengarkan hasil Focus Group Discussion (FGD) yang diinisiasi Kemenko Perekonomian pada 27 Januari 2022 lalu dengan menghadirkan seluruh stakeholder.
Kata Evita, ada tiga solusi alternatif yang diputuskan dalam FGD terkait pengaturan label “berpotensi mengandung BPA” pada galon guna ulang ini. Pertama, agar disusun sebuah pedoman teknis penggunaan kemasan mengandung BPA yang benar dan meningkatkan edukasinya ke masyarakat.
"Artinya, perbaiki saja SOP teknisnya seperti bagaimana cara mengangkut, menyimpan agar jangan sampai terpapar panas matahari, berapa lama waktu penyimpanan. Jadi, yang lebih ditingkatkan itu pedoman teknis dan literasi edukasi ke masyarakatnya,” katanya.
Solusi kedua adalah parameter BPA itu dimasukkan saja dalam syarat mutu SNI AMDK yang berlaku wajib. Menurut Evita, ini masih dalam tahap diskusi.
"Kalau sekarang ini kan mengenai kewenangan, BPOM itu terkait dengan pangan dan SNI itu letaknya di Kementerian Perindustrian. Tapi, bukan hal yang tidak mungkin untuk bisa disatukan atau disinergikan nantinya,” tukasnya.
Kemudian yang ketiga, semua AMDK yang berbahan polikarbonat maupun non polikarbonat yang memenuhi ketentuan migrasi BPA dan limit of detection dapat memasang label yang AMDK tersebut aman dikonsumsi.
"Artinya, kalau mau, ya dua-duanya (bahan polikarbonat dan non polikarbonat) dilabelkan dengan sebuah pelabelan yang tidak menggiring menjadi tekanan psikologis dari konsumen, tapi memang keduanya ini memang membangun posisi aman yang dikonsumsi,” ucap Evita.
Dia mengatakan Kemenko Bidang Perekonomian itu mendudukkan segala masalah lintas kementerian/lembaga maupun yang berhubungan dengan masyarakat banyak, yang mana pada titik itu terdapat sebuah isu permasalahan seperti wacana pelabelan BPA pada galon guna ulang ini.
Menurutnya, Kemenko Perekonomian sesuai tugas dan fungsinya itu harus hadir secara objektif terkait kebijakan apa yang perlu diterbitkan atau diputuskan, sehingga pada implementasinya itu bisa berjalan secara efektif, efisien, juga tetap bisa mendukung kondisi ekonomi di dalam negeri.
“Jadi, yang melatarbelakangi dilakukan FGD pada 27 Januari 2022 lalu adalah adanya surat pada bapak Menteri Perekonomian kita di tanggal 9 November 2021, terkait adanya surat dari Asosiasi Perusahaan Air Minum Dalam Kemasan atau Aspadin yang menyampaikan keberatan pada pengaturan pelabelan bisphenol A (BPA) untuk AMDK galon guna ulang berbahan PC,” tuturnya.
FGD pada 27 Januari 2022 lalu itu dihadiri semua stakeholder seperti BPOM, Kemenperin, Pakar Nutrisi dari IPB, Aspadin, Sekretariat Kabinet, dan KPPU.
Seperti diketahui, Sekteratriat Kabinet telah mengembalikan revisi Peraturan BPOM nomor 31 tahun 2018 tentang Label Pangan Olahan yang diajukan BPOM untuk diperbaiki karena dinilai bersifat diskriminatif terhadap satu produk tertentu saja.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Ferry Hidayat