- Home
- /
- Kabar Finansial
- /
- Bursa
Berkaca Kegaduhan Investasi Telkomsel di GoTo, Ekonom: OJK, Pertegas Aturan Business Judgment Rule!
Nailul Huda, ekonom Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), menilai, kegaduhan yang terjadi pada investasi Telkomsel di GoTo lebih banyak nuansa politik dibandingkan bisnis. Jika melihat secara keseluruhan investasi yang dilakukan Telkomsel di GoTo, dikatakan Nailul merupakan keputusan bisnis biasa yang dilakukan sebuah corporate ke perusahaan digital.
Lanjut Nailul, hingga saat ini dirinya belum menemukan bukti yang jelas kaitan benturan kepentingan investasi Telkomsel di GoTo. Benturan kepentingan dinilai Nailul memiliki spektrum yang sangat luas, tidak sekadar keterikatan hubungan keluarga atau dekat dengan siapa.
Baca Juga: Gak Usah Berlebihan, Keputusan Telkom Grup Investasi di GOTO Murni Karena Bisnis
Jika ingin dikaitkan dengan konflik kepentingan, menurut Nurul, semua investasi perusahaan BUMN dikaitkan dengan konflik kepentingan. Namun, saat ini konflik kepentingan tersebut hanya dikaitkan Telkomsel dengan GoTo. Padahal, perusahaan pelat merah yang berinvestasi di GoTo tak hanya Telkomsel. Bahkan, yang berinvestasi di GoTo juga bukan perusahaan BUMN saja, melainkan ada perusahaan swasta Nasional dan ventur capital multinasional.
"Sejatinya kegaduhan dalam investasi Telkomsel di GoTo lebih banyak memiliki tujuan untuk menggoyang manajemen Telkom. Seperti perusahaan telekomunikasi lainnya, Telkom dan Telkomsel memiliki kepentingan berinvestasi di perusahaan digital karena bisnis perusahaan telekomunikasi saat ini berkaitan erat dengan ekonomi digital. Mereka saling melengkapi," ungkap Nailul, dalam keterangan tertulis di Jakarta, Selasa (14/6/2022).
Saat ini, menurut Nailul, potensi ekonomi digital di Indonesia sangat besar. Ini dapat dilihat dari tingginya minta investor untuk masuk ke sektor digital Nasional. Bahkan, SingTel Group juga tengah masuk ke bank digital di Indonesia.
"Karena hanya melihat dari sisi ekonominya saja, saya masih melihat keputusan investasi yang dilakukan Telkomsel di GoTo murni bisnis. Bahkan, sinergi bisnis bisa dioptimalkan dengan masuknya Telkomsel di GoTo. Tentu, investasi Telkomsel di GoTo juga melalui pengawasan SingTel sehingga semua proses GCG dan risk management sudah dijalankan dengan baik. Apalagi, Telkom sebagai BUMN dan perusahaan publik sangat menjunjung tinggi GCG dan risk management," terang Nailul.
Mengenai laporan keuangan yang dinilai beberapa pihak merugikan Telkom sebagai BUMN, dinilai Nailul sebagai bentuk kurangnya pemahaman masyarakat terhadap pasar modal dan metode akutansi pencatatan. Yang dicatatkan Telkom di laporan keuangan dinilai Nailul masih berupa potensial. Selama saham GoTo yang dipegang oleh Telkomsel masih belum dijual, belum bisa dikatakan untung atau rugi.
"Karena metode pencatatan laporan keuangan harus menggunakan marked to market harga terakhir di bursa. Jika menggunakan acuan harga saham saat ini, pasti potensial gain buat Telkom Group. Pada laporan keuangan Desember 2021 ada potensial gain tidak ada yang mempermasalahkan. Investasi Telkomsel di GoTo di harga Rp270. Jadi, menggunakan harga sekarang Telkom berpotensi untung sehingga potensi naik atau turunnya investasi Telkomsel di GoTo tergantung periode pencatatannya dan harga saham saat dicatatkan," kata Nailul.
Agar kegaduhan investasi perusahaan BUMN di perusahaan digital tidak terjadi lagi, Nailul berharap perlu adanya peningkatan literasi masyarakat terhadap pasar modal dan pencatatan laporan keuangan. Saat ini edukasi masyarakat terhadap pasar modal dan pencatatan laporan keuangan masih kurang. Diakui Nailul, memang ada beberapa pihak yang sudah menjelaskan mengenai pasar modal dan PSAK. Namun, penjelasannya belum mendalam dan masih tendensius ke arah politik dengan mengarahkan ke faktor benturan kepentingan.
Faktor benturan kepentingan yang memiliki hubungan keluarga menurut Nailul perlu dibuktikan. Jika benturan kepentingan dikaitkan dengan potensi lost, ekonom ini menilai tidak tepat. Agar di kemudian hari investasi minim benturan kepentingan, Nailul meminta agar OJK memperkuat aturan mengenai business judgment rule. Aturan yang ada saat ini masih terlalu umum dan multitafsir.
"Regulasi yang ada di OJK maupun di perusahaan BUMN diperkuat saja. Sebab, potensi ekonomi digital masih bisa tumbuh dan banyak perusahaan digital membutuhkan angel investor dari perusahaan BUMN. Jangan sampai kegaduhan ini membuat perusahaan BUMN engan untuk investasi di startup Nasional. Untuk memperbesar ekonomi digital perlu dukungan semua pihak, baik itu pemerintah, masyarakat, dan perusahaan BUMN," pungkas Nailul.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Puri Mei Setyaningrum