Perombakan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) menunjukkan kegagalan pemerintah dalam menyelesaikan permasalahan agraria. Penunjukkan eks Panglima TNI Marsekal TNI (Purn) Hadi Tjahjanto menggantikan Sofyan Djalil, menteri sebelumnya, tidak serta merta menyelesaikan persoalan yang ada selama ini.
"Pergantian Menteri ATR/BPN juga membuktikan pemerintah gagal melihat situasi konflik agraria yang terjadi di Indonesia," kata Sekretaris Jenderal Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA), Dewi Kartika dalam keterangan tertulisnya kepada Suara.com, Kamis (16/7/2022).
Baca Juga: Banyak DPW Partai NasDem Dukung Anies Baswedan, Surya Paloh Tak Perlu Pikir-Pikir Lagi
Menurutnya, tersendatnya penyelesaian konflik agraria dan redistribusi tanah selama ini lebih disebabkan cara pandang pemerintah. Tidak secara utuh melihat kaitan reforma agraria dengan penyelesaian konflik agraria struktural.
"Mempercepat proses sertifikasi tanah yang jumlahnya laporannya sangat bombastis, berbanding terbalik dengan jumlah penyelesaian konflik agraria yang telah berlangsung selama puluhan tahun. Padahal, inti dari reforma agraria adalah penyelesaian konflik dan perombakan ketimpangan agraria," ungkapnya.
KPA mencatat selama pemerintahan Presiden Jokowi dari 2015-2021 terdapat 2489 letusan konflik agraria di berbagai wilayah.
"Situasi ini merupakan akumulasi dari kelindan antara konflik-konflik agraria lama yang tidak kunjung selesai, bertemu dengan konflik-konflik agraria yang baru," jelas Dewi.
Masih berdasarkan catatan KPA, persoalan konflik agraria struktural juga banyak terjadi di wilayah hutan, pertambangan, pesisir, dan akibat proyek pembangunan infrastruktur.
"Situasi ini melibatkan tidak hanya Kementerian ATR/BPN namun berbagai kementerian lainnya seperti Kementerian LHK, Kementerian BUMN, Kementerian Keuangan, dan Kementerian ESDM," kata Dewi menambahkan.
Latar belakang Hadi Tjahjanto yang merupakan purnawirawan TNI juga menjadi catatan KPA. Berdasarkan data yang dihimpun KPA, dari 532 Lokasi prioritas reforma agraria (LPRA) yang diusulkan kepada pemerintah, 14 di antaranya merupakan konflik yang terjadi antara masyarakat dengan klaim TNI.
"Beberapa contoh konflik agraria yang melibatkan TNI secara langsung adalah konflik agraria di Urut Sewu, Kebumen, Marafenfen, Maluku, konflik TNI dengan masyarakat Bara-baraya, Makassar," ungkap Dewi.
Baca Juga: Jubir Habib Rizieq Buka-Bukaan Soal Ditolaknya Ceramah UAS di Jonggol, Kalimatnya Tegas!
Tak hanya itu, Dewi juga mengungkapkan selama periode pemerintahan Presiden Joko Widodo, TNI merupakan aktor yang paling sering melakukan tindak kekerasan di wilayah konflik, bersama aparat kepolisian, Satpol PP dan pihak keamanan perusahaan.
"Selama periode tersebut, TNI tercatat sebanyak 69 kali melakukan tindakan kekerasan dan penganiayaan dalam upaya penanganan onflik," tutur Dewi.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Adrial Akbar