Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

90 Persen Makanannya Adalah Impor, Pakar Soroti Siasat Singapura, Indonesia Mau Coba?

90 Persen Makanannya Adalah Impor, Pakar Soroti Siasat Singapura, Indonesia Mau Coba? Kredit Foto: Unsplash/Justin Lim

Otoritas Moneter Singapura mengatakan kenaikan harga pangan global diperkirakan akan terus berkontribusi terhadap inflasi pangan lokal setelah tahun 2022.

Harga pangan global sudah mulai naik selama pandemi, tetapi perang Ukraina telah memperburuk tekanan inflasi tersebut.

Baca Juga: Setelah Malaysia Gagal Penuhi Keinginannya, Singapura Langsung Tatap Indonesia, Siap-siap Cuan!

Kekurangan pangan akan berlanjut dalam jangka pendek, dan bahkan mungkin hingga satu atau dua tahun ke depan, kata Dil Rahut, peneliti senior di Asian Development Bank Institute.

Negara-negara lain tidak dapat dengan cepat mengisi kekosongan yang ditinggalkan oleh Ukraina dan Rusia karena dibutuhkan setidaknya satu tahun untuk menumbuhkan produk segar, kata Rahut.

Demikian pula, Paul Teng, ajun rekan senior di S. Rajaratnam School of International Studies, memperingatkan bahwa bahkan jika perang berakhir, harga pangan tidak akan segera kembali ke harga sebelum perang.

Itu karena faktor-faktor seperti kenaikan biaya bahan bakar, kekurangan tenaga kerja, dan rantai pasokan yang terganggu akan menambah kekurangan makanan yang ada, membuat harga tetap tinggi, kata Teng.

Bank Dunia telah melaporkan bahwa harga pangan diperkirakan akan naik sekitar 20% tahun ini sebelum mereda pada tahun 2023.

Hambatan

Teng mengatakan sementara Singapura masih relatif baik dalam menjaga ketahanan pangan, masa depannya tidak diketahui.

"Singapura telah meremehkan pertanian dan mengimpor makanan," katanya. “Sekarang kami telah melakukan putaran balik dan mulai meningkat, tetapi ini perlu waktu untuk melunasinya,” tambahnya.

Rencana “30 kali 30” bertujuan untuk memberi Singapura tingkat produksi sendiri yang cukup untuk mengatasi masa-masa sulit, tetapi itu tidak akan cukup untuk sepenuhnya menggantikan impor, kata Teng.

Itu karena pemerintah telah memutuskan untuk berinvestasi lebih banyak dalam menumbuhkan produk domestik bruto negara dan pendapatan rumah tangga rata-rata daripada berinvestasi dalam kegiatan pertanian, tambahnya.

“Selama Anda punya uang, dan selama tidak ada gangguan rantai pasokan, maka Anda selalu bisa membeli makanan di suatu tempat karena volume yang kami butuhkan (relatif) tidak terlalu tinggi,” kata Teng.

Halaman:

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Muhammad Syahrianto

Tag Terkait:

Bagikan Artikel: