Hadapi Dunia Kerja, Maudy Ayunda Ingatkan Anak Muda Miliki Unique Selling Point
Tim Juru Bicara G20 Maudy Ayunda mengatakan bahwa dalam dunia kerja di masa depan dibutuhkan orang yang memiliki unique selling point.
Hal itu disampaikan Maudy dalam diskusi daring yang digelar Forum Merdeka Barat 9 bertema "Pendidikan Berkualitas Hadapi Dunia Kerja Pasca Pandemi" pada Kamis (23/6/2022)
Baca Juga: Maudy Ayunda Sebut Rendahnya Mutu Pendidikan Seseorang Tak Bisa Dilihat dari Satu Faktor
"Kita sebagai manusia juga harus bisa berpikir bahwa kita juga memerlukan unique selling point semacam a personal value proposition juga. Karena, dunia kerja ke depannya bukan lagi yang penting keterampilan, uniformity gitu. Karena adanya keterampilan, akan berubah terus gitu," kata Maudy.
Menurutnya, dunia kerja di masa depan menuntut pribadi-pribadi yang memiliki semangat dan kemauan yang besar untuk terus melakukan self customize, self exploration dalam menunjang pendidikan diri sendiri.
"Pada saat itu yang dibutuhkan, perlu sekali self customize, self exploration dalam pendidikan diri sendiri," terangnya.
Untuk mencapai hal ini, jelas Maudy, dasarnya adalah semangat dan kemauan yang besar untuk terus belajar. Ini penting untuk dimiliki setiap anak-anak Indonesia, tambahnya.
"Karena memang foundation-nya itu ingin terus belajar, itu precisely satu hal yang saya percaya, itu dibutuhkan di setiap anak muda dan juga anak-anak Indonesia bahwa kemerdekaan dan kemandirian itu sangat penting nantinya," ujarnya.
Bicara mengenai pendidikan secara general, Maudy menegaskan, dirinya tertarik soal assessment (penilaian) sebagai driving force dalam menciptakan perubahan dalam sistem pendidikan Indonesia.
"Maksudnya adalah sering sekali kita membahas kurikulum dan guru, walaupun kurikulum juga ada assessment di dalamnya, tapi assessment sebenarnya bisa menjadi big source of change pada saat assessment itu defining apa yang harus dipelajari," ungkapnya.
Assessment yang dimaksud, Maudy mencontohkan, adalah ketika sang guru memberikan pertanyaan yang mengarah pada penggalian opini pada peserta didik. Dalam hal ini, Maudy menjelaskan, anak-anak terpacu untuk bisa berpikir mandiri dan kritis karena diimingi nilai.
Selain itu, para guru juga termotivasi untuk mengajarkan anak-anak dengan menanyakan pendapat mereka akan suatu hal. Yang terjadi dalam sistem pendidikan Indonesia, terang Maudy, para guru lebih banyak dibebankan dengan penilaian administratif.
"Ini pengalaman saya di beberapa sekolah, merasa sekali ketika bentuk ujiannya berubah, itu sebenarnya mindset stakeholder-nya juga ikut berubah-ubah," ungkapnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Rena Laila Wuri
Editor: Puri Mei Setyaningrum
Tag Terkait: