Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Ketika Etika dan Moral Elite Diabaikan, Inggris Diterpa Badai Krisis Politik

Oleh: Achmad Nur Hidayat MPP, Inisiator dan Penggugat UU IKN ke MK

Ketika Etika dan Moral Elite Diabaikan, Inggris Diterpa Badai Krisis Politik Kredit Foto: Reuters/Dan Kitwood
Warta Ekonomi, Jakarta -

Perdana Menteri Inggris Boris Johnson pada Rabu (6/7/2022) menolak mengundurkan diri dari jabatannya, dengan menentang tekanan dari anggota kabinet dan partainya sendiri.

"Saya tak akan mundur dan hal terakhir yang diperlukan negara ini, terus terang, adalah pemilihan umum," kata Johnson di depan komite parlemen.

Baca Juga: Indonesia-Inggris Kerja Sama Akselerasi Transportasi Rendah Karbon

Dia menegaskan bahwa dirinya akan melawan segala upaya untuk menurunkannya dari kursi perdana menteri.

Johnson mengatakan dia memegang mandat Pemilu 2019 dan tak akan melepaskan tugasnya di tengah krisis biaya hidup dan perang di Eropa. Dia juga menolak menjawab pertanyaan apakah dirinya akan tetap bertugas jika anggota-anggota parlemen dari partainya sendiri tak lagi percaya pada dirinya.

Lebih dari 40 pejabat dalam pemerintahannya telah mengundurkan diri dan banyak anggota parlemen dari Partai Konservatif telah menentangnya secara terbuka. Beberapa anggota kabinet mendatanginya di Downing Street --sebutan bagi kantor dan kediaman perdana menteri Inggris– untuk memintanya turun dari jabatan, menurut seorang sumber.

Salah seorang di antaranya meminta Johnson menetapkan sendiri tanggal pengunduran dirinya ketimbang menghadapi mosi tidak percaya.Banyak anggota parlemen mengatakan bahwa sekarang pertanyaannya bukan lagi apakah tetapi kapan dia harus mundur.

Pada Rabu malam, jaksa wilayah Inggris dan Wales Suella Braverman mendesak Johnson untuk lengser. Braverman menjadi menteri kabinet pertama yang mengatakan akan bersaing untuk menggantikan Johnson dalam pemilihan pemimpin Konservatif.

Krisis kepercayaan terhadap Johnson memuncak setelah integritasnya dipertanyakan karena menunjuk seorang anggota parlemen, yang pernah menjadi target penyelidikan kasus serangan seksual, untuk mengurusi soal keagamaan di partainya.

Sebelumnya, berbagai skandal telah mendera pemerintahannya, termasuk laporan tentang pesta di Downing Street yang melanggar aturan pembatasan COVID-19.

Apa yang terjadi di Inggris saat ini yaitu tekanan mundurnya PM Inggris Boris Johnson karena berbagai skandal yang terjadi yang melibatkan baik Johnson maupun orang dekatnya menjadikan pelajaran berharga bahwa etika dan moralitas mesti tetap dipegang oleh seorang pejabat publik. 

Karena publik tidak hanya menilai bahwa apakah seorang pemimpin itu cakap dalam mengelola jabatan dan pemerintahannya tetapi publik juga menilai apakah seorang pemimpin itu menjunjung etika dan nilai nilai moralitas dalam kekuasaannya,publik akan sangat mengecam jika dipimpin oleh seorang pemimpin yang amoral.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Muhammad Syahrianto

Tag Terkait:

Bagikan Artikel: