Intoleransi Bikin Ketar-ketir, Mayoritas Orang Indonesia Masih Berprasangka Buruk pada Kristen dan Katolik karena...
Intoleransi sebagian besar orang Indonesia masih ada terhadap umat Kristen dan Katolik. Namun hal itu masih lebih rendah jika dibandingkan dengan intoleransi terhadap Yahudi.
"Walaupun masih cukup tinggi, tapi angka intoleransi terhadap penganut Kristen atau Katolik masih lebih rendah dari intoleransi pada kelompok Yahudi," kata Prof Saiful Mujani, yang dijelaskan dalam program "Bedah Politik" di kanal YouTube SMRC TV, Kamis (7/7/2022).
Baca Juga: Yahudi di Indonesia Sulit Bertetangga dengan Mayoritas, Ungkapan Pakar Patut Disimak
Pendiri Saiful Mujani Research and Consulting itu mengatakan istilah Judeo-Kristiani yang menunjukkan kedekatan hubungan antara Yahudi dan Kristianitas. Namun demikian, dengan pengukuran yang sama, tingkat toleransi pada kelompok Kristen jauh berbeda dengan Yahudi.
Ada 13 persen dari masyarakat Indonesia keberatan bertetangga dengan orang Kristen, sedangkan 19 persen lainnya keberatan jika Kristen menjadi guru di sekolah negeri. Yang terbesar yakni 26 persen orang Indonesia keberatan jika ada penganut Kristen atau Katolik menjadi pejabat pemerintah.
Saiful menerangkan alasan perbedaan antara Kristen dan Katolik dengan Yahudi. Salah satu faktor pembedanya adalah perilaku negara yang diskriminatif terhadap orang Yahudi.
Jika lebih dalam, survei yang dilakukan SMRC mengungkap data intoleransi penduduk desa dan kota terhadap Kristen dan Katolik.
Ada 20 persen warga yang tinggal di perdesaan keberatan bertetangga dengan orang Kristen atau Katolik. Sejumlah 25 persen keberatan jika orang Kristen atau Katolik menjadi guru di sekolah negeri. Lalu 32 persen lainnya keberatan jika menjadi pejabat pemerintah.
Sementara itu, orang yang tinggal di perkotaan hanya 8 persen yang keberatan jika bertetangga dengan Kristen atau Katolik. Keberatan dengan orang Kristen dan Katolik menjadi guru di sekolah negeri ada 13 persen, dan 19 persen keberatan jika penganut Kristen dan Katolik menjadi pejabat pemerintah.
"Warga perdesaan lebih punya prasangka negatif. Di kota, mungkin orang sudah biasa hidup dengan tetangga yang beragama berbeda," kata Saiful menyimpulkan.
Ada dua yang berpengaruh pada sikap intoleransi warga, menurut Saiful. Pertama adalah paham keagamaan. Kedua adalah sikap resmi negara yang diskriminatif terhadap agama Yahudi.
Agama kurang inklusif dalam memperlakukan keberagaman pada paham-paham keagamaan dan agama-agama yang benar-benar ada di dunia. Adalah tantangan bagi kita untuk menciptakan masyarakat yang lebih toleran dan menghargai pluralisme.
Yang bisa dilakukan, kata Saiful, adalah mengubah kebijakan negara tentang Yahudi. Akui mereka sebagai agama resmi seperti agama-agama yang lain. Ini, menurut dia, bisa menumbuhkan sikap yang lebih positif dari masyarakat.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Muhammad Syahrianto
Tag Terkait: