Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Yahudi di Indonesia Sulit Bertetangga dengan Mayoritas, Ungkapan Pakar Patut Disimak

Yahudi di Indonesia Sulit Bertetangga dengan Mayoritas, Ungkapan Pakar Patut Disimak Kredit Foto: Getty Images/AFPMenahem kahana
Warta Ekonomi, Jakarta -

Sebagian besar orang Indonesia tidak toleran pada agama Yahudi, kata ilmuwan politik Prof Saiful Mujani. Intoleransi publik Indonesia pada Yahudi terkait dengan sikap negara yang diskriminatif pada agama ini.

Menurut Saiful, masyarakat menolak karena sikap diskriminatif negara pada agama Yahudi yang tidak diakui. Meskipun agama ada di wilayah yang sangat privat, tapi di Indonesia, ada undang-undang yang menyatakan bahwa ada sejumlah agama yang diakui secara resmi.

Baca Juga: Mayoritas Masyarakat Tidak Setuju Pada Komunisme, ISIS, Ateis, dan Yahudi

"Dan Yahudi, kebetulan, adalah agama yang tidak diakui secara resmi. Masyarakat adalah pengekor negara," kata Saiful.

Dalam survei terbaru yang dilakukan Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC), sekitar 51 persen orang Indonesia keberatan bertetangga dengan Yahudi, 57 persen keberatan jika Yahudi menjadi guru di sekolah negeri. 

Yang paling besar, lanjut survei tersebut, yakni 61 persen orang Indonesia keberatan jika ada pejabat pemerintah beragama Yahudi.

Pendiri SMRC menyampaikan pembanding menarik terkait Konfusianisme diakui sebagai agama di Indonesia. Padahal, pada hakekatnya, Konfusianisme lebih merupakan filsafat daripada agama.

Menurutnya, Indonesia memandang agama sangat tinggi sehingga penghargaan status Konfusianisme menjadi agama dapat dianggap para umat atau pengikutnya akan lebih terhormat posisinya apabila statusnya dinaikkan menjadi agama. Karena hal itu, di masa pemerintahan Presiden Abdurrahman Wahid atau Gus Dur, Konfusianisme diakui sebagai agama, yakni Konghucu.

“Kalau memang itu bisa menjadikan masyarakat bisa lebih menerima keragaman, yang lainnya juga diproteksi saja. Terima saja, kan positif. Itu kalau dasarnya kita mau melindungi pluralisme,” tegas Saiful.

Guru Besar Ilmu Politik Universitas Islam Negeri (UIN) Jakarta ini mengingatkan istilah Judeo-Kristiani yang menunjukkan kedekatan hubungan antara Yahudi dan Kristianitas. Namun demikian, dengan pengukuran yang sama, tingkat toleransi pada kelompok Kristen jauh berbeda dengan Yahudi. 

Baca Juga: Tegas! Bule Inggris Eks Napi Narkoba Diusir dari Bali

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Muhammad Syahrianto

Tag Terkait:

Bagikan Artikel: