Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Soal Penempatan ke Taiwan, BP2MI Sebut Apjati Hanya Pikirkan Kepentingan Bisnisnya

Soal Penempatan ke Taiwan, BP2MI Sebut Apjati Hanya Pikirkan Kepentingan Bisnisnya Kredit Foto: BP2MI
Warta Ekonomi, Jakarta -

Badan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) secara resmi menanggapi tuduhan dan keluhan yang disampaikan Asosiasi Perusahaan Jasa Tenaga Kerja Indonesia kepada Kepala Kantor Staf Kepresidenan Moeldoko terkait problem antrean penempatan Pekerja Migran Indonesia (PMI) ke Taiwan. Pelaksana tugas (Plt) Sekretaris Utama BP2MI, Achmad Kartiko, menyebut tuduhan Apjati tidak tepat dan tidak berdasar.

"Kalau tuduhan tertundanya penempatan bagi PMI ke beberapa negara terhitung sejak tahun 2020 disalahkan kepada BP2MI. Apa bedanya dengan pertanyaan publik terkait SPSK ke Timur Tengah yang tidak jalan? Kan Apjati pun waktu itu menjawab dengan alasan karena situasi pandemi Covid-19," ujar Kartiko dalam keterangan tertulis, Kamis (7/8) kemarin.

Baca Juga: BP2MI Bersikap Tegas, Perjuangkan Nasib CPMI Taiwan

Menurut Kartiko, saat itu juga ada pertanyaan publik kenapa Sistem Penempatan Satu Kanal (SPSK) sejak tahun 2018 tidak berjalan sampai hari ini. Apjati pun akhirnya berkilah ini lantaran masalah pandemi Covid-19. Jadi, tuduhan Apjati ini menjadi tidak relevan dan terkesan ingin menyalahkan BP2MI. Pernyataan Apjati, ungkapnya, sangat tendensius.

"Terkait penempatan PMI sektor domestik, termasuk Taiwan, selain karena Covid-19, BP2MI dan Taiwan terus berunding hingga tiga kali melalui pertemuan Joint Task Force yang juga dihadiri Kementerian Ketenagakerjaan Republik Indonesia dengan IETO-TETO. Dalam setiap pertemuan itu, BP2MI mendesak Taiwan untuk melakukan dua hal," tuturnya.

Kartiko pun merinci dua hal tersebut. Pertama, BP2MI menuntut Taiwan menaikkan gaji PMI untuk sektor domestik yang sejak tahun 2017 tidak pernah naik. Kedua, meminta Taiwan menghilangkan Komponen biaya Fee Agency sebesar 60 ribu NT$ atau sekira Rp32 juta dari Surat Pernyataan Biaya Penempatan yang selama bertahun-tahun menjadi beban PMI.

"Beban PMI selama ini kurang lebih Rp32 juta. Apa yang dilakukan BP2MI itu untuk kepentingan PMI. Harusnya ini yang direspons positif pihak asosiasi (APJATI) kalau mereka mau berjuang untuk PMI. Kalau mereka tidak merespons perjuangan BP2MI ini dengan positif, pertanyaannya, asosiasi dan P3MI (Perusahaan Penempatan Pekerja Migran Indonesia) ini berpihak kepada siapa? Apakah berpihak kepada PMI atau hanya memikirkan kepentingan bisnisnya?" tegas dia.

Kartiko kemudian menegaskan Taiwan akhirnya menyetujui permintaan BP2MI. Gaji PMI dinaikkan dan menghilangkan komponen biaya Fee Agency.

"Alhamdulillah, pertemuan terakhir dalam Joint Task Force IETO-TETO yang juga dihadiri oleh Kementerian Ketenagakerjaan RI, Taiwan akhirnya menyetujui apa yang dituntut oleh BP2MI tentang kenaikan gaji dari 17 ribu NT$ menjadi 20 ribu NT$. Artinya, terjadi kenaikan 3 ribu NT$ setiap bulannya untuk PMI kita. Kalau dihitung 3 tahun masa kontrak, PMI mendapatkan tambahan Rp54 juta. Ini kemenangan bagi PMI yang diperjuangkan BP2MI. Tidak mungkin Taiwan menyetujui jika kita tidak tekan melalui Perbadan 09 tahun 2020 tentang pembebasan biaya penempatan," ucapnya.

Bagi Kartiko, tercapainya kesepakatan dengan Taiwan merupakan kemenangan bagi PMI dan negara. Karena itu, ungkapnya, saat ini tidak boleh ada pihak-pihak lain yang membebani biaya PMI. Kartiko mengatakan BP2MI akan tegak lurus pada perintah undang-undang untuk memperjuangkan kepentingan negara dan PMI.

"BP2MI adalah Lembaga negara sehingga tidak mungkin keputusan lembaga negara lahir karena tekanan dan paksaan mereka yang tidak berpihak kepada kepentingan PMI," tuturnya.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Puri Mei Setyaningrum

Bagikan Artikel: