Dukung Visi Jokowi, Perpusnas Hadirkan Gedung Baru Layanan Perpustakaan di Kabupaten Batang Hari
Untuk itu, dia mengajak semua pihak agar menggerakkan literasi. Dia mendorong para pegawai pemerintah agar bergerak lebih dulu. Secara khusus dia meminta dinas perpustakaan agar membuat perpustakaan menjadi tempat yang menarik, melalui kegiatan yang kekinian, sehingga masyarakat mau datang berkunjung.
Sementara itu, Lektor Kepala Fakultas Pertanian, Universitas Jambi, Mursalin, mengungkapkan Indonesia merupakan eksportir terbesar minyak kelapa sawit. Dia menyebut, minyak kelapa sawit memiliki potensi nilai ekonomi yang besar. Namun, yang banyak diproduksi di Indonesia justru yang nilainya secara ekonomi paling rendah yakni CPO dan PKO.
Baca Juga: Mohon Dicatat, Presiden Jokowi: Negara Masih Sanggup Subsidi BBM
“Yang paling sedikit diproduksi tapi nilainya paling tinggi dengan harga paling tinggi itu adalah produk turunan sawit untuk dijadikan bahan kosmetik,” jelasnya.
Pada 2045, Indonesia menargetkan menjadi pusat produsen dan konsumen produk turunan minyak sawit dunia sehingga mampu menjadi penentu harga CPO global.
Atase Pendidikan dan Kebudayaan KBRI, Tokyo, Jepang, Yusli Wardiatno, menjelaskan literasi sangat berperan penting terhadap kemajuan sebuah negara. Dia menjelaskan, Jepang dikenal sebagai negara dengan literasi yang baik.
“Penelitian OECD (Organization for Economic Cooperation and Development) terhadap 166.000 orang partisipan dari total 24 negara di dunia dengan rentang usia 16-65 tahun menyimpulkan bahwa orang dewasa Jepang memiliki kemampuan lebih dalam mengolah informasi dan mencari teks-teks padat dibanding orang-orang yang berasal dari negara lain,” ujarnya.
Budaya membaca di Jepang, menurutnya, dibangun sejak usia dini. Hal ini dilakukan oleh seluruh unsur masyarakat, mulai dari orang tua, sekolah, penulis atau penerjemah, penerbit buku, hingga pemerintah. Anak di Jepang mengenal buku sejak lahir. Pemerintah setempat memiliki program memberikan hadiah buku kepada anak yang baru lahir. Buku dibagikan kepada ibu yang mengantar anaknya untuk imunisasi pertama.
“Jepang mulai pergerakan literasi sejak abad 17. Sekitar tahun 1830-1844 Terakoya sudah berkembang di seluruh Jepang, dan pada awal Meiji atau tahun 1868, jumlahnya lebih dari 15.000. Terakoya adalah tempat anak-anak masyarakat biasa, belajar membaca, menulis, dan berhitung,” pungkasnya.
Baca Juga: Langkah Anies Baswedan Temui Jokowi Memang Politis, Pengamat Bilang Ada Tapinya
Hasilnya, pada 1913, Jepang berhasil menjadi salah satu produsen buku terbesar di dunia. Dia menilai, Indonesia memiliki potensi untuk menyukseskan literasi masyarakat. Pasalnya, Indonesia memiliki 164.610 perpustakaan. Angka ini lebih tinggi dibandingkan Jepang yang memiliki 3.360 gedung perpustakaan.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Aldi Ginastiar
Tag Terkait: