Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Tekan Subsidi BBM Agar Tak Jebol, Pertamina Harus Lakukan Pembatasan Kendaraan

Tekan Subsidi BBM Agar Tak Jebol, Pertamina Harus Lakukan Pembatasan Kendaraan Kredit Foto: Khairunnisak Lubis
Warta Ekonomi, Jakarta -

PT Pertamina (Persero) menegaskan komitmen menjaga pasokan BBM dan LPG di level aman. Penguatan pengawasan dilakukan dengan sistem digital untuk membantu perusahaan dalam mengatasi tantangan lonjakan harga minyak mentah.

Direktur Utama PT Pertamina (Persero), Nicke Widyawati menjelaskan kenaikan harga minyak yang sangat tinggi mengakibatkan beberapa negara mengalami krisis energi.

Dia menyampaikan Pertamina sebagai BUMN energi membuat perencanaan yang akurat dengan menyeimbangkan antara aspek ketahanan energi nasional dan kondisi korporasi.

Menurutnya, Pertamina bukan hanya menjaga pasokan secara nasional, tetapi juga per wilayah hingga SPBU, karena stok yang diperlukan untuk masing-masing wilayah berbeda untuk jenis produknya.

“Kita tidak menyamaratakan jumlah untuk seluruh daerah, tetapi disesuaikan, karena ada daerah yang solarnya tinggi, ada yang Pertalite-nya tinggi, ada juga Pertamax-nya. Ini kita coba lihat satu per satu dengan digitalisasi SPBU,” ungkap Nicke. 

Dengan peningkatan harga minyak dan gas, kata Nicke tantangan berat di sektor hilir adalah harga keekonomian produk meningkat tajam. Bila dibandingkan dengan harga keekonomian, harga jual BBM dan LPG yang ditetapkan Pemerintah sangat rendah.

Per Juli 2022, untuk Solar CN-48 atau Biosolar (B30), dijual dengan harga Rp 5.150 per liter. Padahal harga keekonomiannya mencapai Rp 18.150. Sehingga untuk setiap liter solar, pemerintah membayar subsidi Rp 13 ribu per liter.

Untuk Pertalite, lanjut Nicke, harga jual masih tetap Rp 7.650 per liter, sedangkan harga pasar saat ini adalah Rp 17.200. Sehingga untuk setiap liter Pertalite yang dibayar oleh masyarakat, pemerintah mensubsidi Rp 9.550 per liternya.

Hal serupa juga dilakukan untuk LPG PSO, dimana sejak 2007 belum ada kenaikan, harganya masih Rp 4.250 per kilogram, dimana harga pasar Rp 15.698 per kg. Jadi subsidi dari pemerintah adalah 11.448 per kilo.

Untuk Pertamax, Pertamina masih mematok harga Rp 12.500. Padahal untuk RON 92, kompetitor sudah menetapkan harga sekitar 17 ribu. Karena secara keekonomian harga pasar telah mencapai Rp 17.950. 

“Kita masih menahan dengan harga 12.500, karena kita juga pahami kalau Pertamax kita naikkan setinggi ini, maka shifting ke Pertalite akan terjadi, dan tentu akan menambah beban negara,” ujar Nicke.

Nicke mengatakan pemulihan ekonomi pasca pandemi telah berdampak pada meningkatnya mobilitas masyarakat, sehingga tren penjualan BBM dan LPG ikut naik.

Baca Juga: Kerek Produksi Migas 17%, Pertamina Berencana Mengebor 813 Sumur

Apabila tren ini terus berlanjut, Pertalite dan Solar akan melebihi kuota yang ditetapkan pemerintah. Oleh karena itu, pemerintah sedang melakukan revisi dari Perpres No.191 tahun 2014, khususnya mengenai kriteria kendaraan yang berhak menggunakan BBM subsidi. Menurutnya Pertamina harus menjaga kuota BBM bersubsidi, agar tidak melebihi kuota.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Boyke P. Siregar
Editor: Boyke P. Siregar

Tag Terkait:

Bagikan Artikel: