Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Depok Tetapkan 14 Parameter Kemiskinan

Depok Tetapkan 14 Parameter Kemiskinan Pemulung memilah sampah plastik untuk dijual di salah satu lapak pengolahan limbah, di kawasan Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) Bantar Gebang, Bekasi, Jawa Barat, Kamis (24/1/2019). Rencana penerapan larangan penggunaan kantong plastik di sejumlah daerah menjadi ancaman bagi 25 juta pemulung di Indonesia yang menggantungkan hidupnya dari pengumpulan sampah plastik, tercatat dalam satu bulan sampah bernilai ekonomis tersebut mampu mencapai perputaran uang di TPST hingga milyaran rupiah. | Kredit Foto: Antara/Risky Andrianto
Warta Ekonomi, Jakarta -

Badan Perencanaan Pembangunan dan Penelitian Pengembangan Daerah (Bappeda) Kota Depok, menetapkan 14 parameter kemiskinan. Parameter tersebut telah disahkan menjadi Peraturan Wali Kota Nomor 31 Tahun 2022 tentang Parameter Penetapan Penduduk Miskin Kota Depok.

Kepala Bappeda Kota Depok, Dadang Wihana mengatakan Pemkot Depok bersama semua unsur menyepakati 14 parameter penduduk miskin. Ini meliputi penghasilan rata-rata/bulan, jumlah tanggungan keluarga, status tempat tinggal, kemampuan akses pendidikan, dan kepemilikan kendaraan.

Kemudian jenis lantai, kondisi dinding, kondisi atap, sumber air minum, kepemilikan dan penggunaan kamar mandi cuci kakus (MCK). Lalu, anggota keluarga lansia/ disabilitas/keterbelakangan mental/kebutuhan khusus lain. Kemudian berkaitan dengan sumber dan daya listrik terpasang. Fasilitas tempat pembuangan akhir tinja dan kesanggupan biaya pengobatan

“Penetapan parameter kemiskinan ini berdasarkan kajian dan perbandingan ke Kota Bogor serta Kabupaten Sumedang. Metode yang banyak diambil dari Kota Bogor dalam hal ini pengukuran menggunakan perhitungan indeks,” ujar Dadang.

Dia menuturkan, Pemkot Depok berkomitmen memiliki sebuah parameter yang dapat digunakan semua pihak dalam menentukan data kemiskinan sesuai dengan perkembangan kota saat ini. 

Pendataan penduduk miskin, ujar Dadang, dilakukan secara terukur dan objektif. Objek dan sasaran pengukuran serta pendataan penduduk miskin dilakukan untuk warga yang sudah terdata maupun belum. Ia menyebutkan ada dua cara pola pengukuran dan pendataan.

Pertama, melakukan validasi data yang sudah ada baik DTKS, penerima JKN maupun lainnya. Kedua, pendataan baru dari penduduk yang belum terdata di mana pun. “Keduanya kami validasi dengan parameter kemiskinan tersebut,” tandas Dadang

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Boyke P. Siregar
Editor: Boyke P. Siregar

Tag Terkait:

Bagikan Artikel: