Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Belum Adanya Reformasi dari Segi Pola Belanja Daerah sebabkan Dana Pemda Banyak Mengendap di Bank

Belum Adanya Reformasi dari Segi Pola Belanja Daerah sebabkan Dana Pemda Banyak Mengendap di Bank Kredit Foto: Martyasari Rizky
Warta Ekonomi, Bogor -

Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan Kementerian Keuangan RI, Astera Primanto Bhakti, mengungkapkan alasan mengapa dana Pemerintah Daerah (Pemda) banyak mengendap di bank. Ia mengatakan, penyebab terjadinya pengendapan sangat kompleks, salah satunya ialah saat ini daerah masih belum melakukan perubahan dari segi pola belanja.

"Sebabnya ini kompleks banget, daerah ini masih belum melakukan perubahan dari segi pola belanja. Kalau kita lihat dari saldo bank, itu biasanya (uang/belanja) paling tinggi di bulan Oktober," kata Dirjen DJPK Kemenkeu dalam rangkaian acara media gathering, di Sentul, Jawa Barat, pada hari Kamis (28/7/2022).

Baca Juga: Mantap! KPK Bongkar Dugaan Korupsi di Pemda DIY, Pengamat: Ini Baru terjadi di Era Firli

Pola belanja yang seperti ini, lanjutnya, perlu dilakukan reformasi secara struktural. Salah satunya, bagaimana daerah dapat mempercepat kontrak (Dana Alokasi Khusus/DAK fisik). "Kontrak ini bisa cepat kalau perencanaannya cepat. Jadi bukan hanya masalah SDM, tapi masalah yang struktural," ujar Prima.

"Ini yang sekarang kami dengan Kemendagri terus lakukan monitoring. Yang paling jelek kami samperin, tanya, kami punya tim untuk menanyakan langsung 'masalahnya apa sih? kok nggak belanja-belanja?' Begitu kita cek ternyata kontraknya belum selesai," imbuhnya.

Lebih lanjut, ia menyampaikan bahwa untuk menyelesaikan permasalahan ini tidaklah mudah karena di daerah untuk urusan belanja daerah perlu melalui tiga unit. Pertama dalam membuat perencanaan oleh Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda), dalam hal ini Bappeda melakukan check and balance. Kemudian diteruskan ke bagian dinas yang akan mengerjakan belanja daerah. Yang terakhir, dibayarkan oleh Badan Pengelola Keuangan Daerah (BPKAD).

"Nah tiga unit itu terkadang nggak nyambung, jadi itulah yang menghambat kontrak dan belanja daerah. Kalau di pusat kan bosnya semua di Sekjen (jika Kementerian/Lembaga), jadi lebih gampang. Kalau di daerah Sekdanya nggak bisa ditegur, Sekda kerjaannya sudah banyak banget, kalau ia harus monitor ini itu juga tidak bisa," jelasnya.

Oleh sebab itu, ia mengatakan bahwa pihaknya telah mencoba untuk mengusulkan kepada Gubernur/Bupati/Wali Kota untuk menunjuk satu orang menjadi koordinator belanja daerah yang bisa langsung disinergikan prosesnya dari depan.

"Kami dengan Kemendagri sudah bekerja keras untuk mendorong belanja daerah. Ini kami sedang perbaiki dengan Kemendagri supaya ada percepatan (dalam belanja daerah)," pungkasnya.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Martyasari Rizky
Editor: Puri Mei Setyaningrum

Bagikan Artikel: